Bantahan Terhadap Syubhat-Syubhat yang Tersebar di Masyarakat (Bagian kedua)


Syubhat ketiga : Antara cangkang dan inti

oleh : Abu Namira Hasna Al-Jauziyah

Tulisan kedua dari empat tulisan

Mukadimah

Ketika kita, ustadz atau  masyaikh ahlussunnah(salafiyyin) menegur kesalahan seseorang atau kelompok harokah yang jelas-jelas menyelisihi dalil-dalil shohih, maka serta merta mereka menjawab dengan berbagai jawaban, di antaranya : 1. Jangan merasa benar sendiri, 2. jangan meributkan masalah-masalah kecil, 3.kamu hanya membahas cangkang bukan inti, 4. kamu jangan memecah belah persatuan umat, 5. kaum muslimin di bantai, tapi kamu tetap persoalkan bid`ah dan syirik? 6. kan ulama masih berselisih? 7. itu kan pendapat ulamamu, aku juga punya ulama/ustadz/kiyai? 8. menuntut ilmu kepada siapa saja, jangan pilih-pilih. Begitulah Syubhat-syubhat yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin, tidak sedikit kaum muslimin yang kurang ilmu agama, terpengaruh dengan salah satu atau lebih di antara syubhat di atas. Lantas bagaimana kita menjawab syubhat-syubhat di atas,(yang sering dilontarkan oleh orang-orang awam bahkan para aktivis islam malah yang lebih memprihatinkan lagi lontaran-lontaran miring itu juga sering dihembuskan oleh tokoh-tokoh agama), insya Allah penulis akan menjawab syubhat-syubhat di atas dengan mengambil sumber rujukan utama dari sebuah buku yang sangat bagus berjudul : (meniti jalan kebenaran)Solusi Kebingungan Di tengah Keanekaragaman Pemikiran” karya  al-ustadz Abu Yahya Badrusalam,Lc. serta tambahan dari sumber buku Ilmu ushul Bida` karya syaikh Ali Hasan Al-Halabi al-Atsary dan sumber ilmiah lainnya. semoga bermanfaat.

Syubhat ketiga : Antara cangkang dan inti

Semakna dengan perkataan di atas adalah perkataan mereka terhadap orang yang mengingkari bid`ah : masalah cangkang tak usah dibesar-besarkan atau anggapan bahwa agama terbagi menjadi pokok dan furu(cabang/parsial)dan masalah parsial tak perlu dibesar-besarkan.

Ini adalah perkataan yang rusak yang menunjukkan sedikit pemahamannya terhadap hakikat agama yang agung ini. Kalimat tersebut hanya keluar dari orang-orang yang suka bernudahanah(mengobankan agama untuk kepentingan dunia atau agama), dalam tradisi masyarakat yang telah terbiasa dengan bid`ah dan khurafat, mengikuti keinginan massa untuk menarik massa untuk menarik simpatik mereka dengan cara ikut serta meramaikan acara-acara bid`ah mereka dengan tujuan mendapatkan suara. Orang yang memperhatikan al-Quran, sunnah dan atsar salafussholeh akan tahu bahwa pembagian agama kepada cangkang dan inti adalah sebuah pembagian yang batil. Allah ta-ala berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 208 :

يا أيها الذين آمنوا ادخلوا في الإسلام ككل وهل تتبع خطى الشيطان ، لأنه هو العدو الحقيقي بالنسبة لك.

 “hai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam islam secara keseluruhan dan jangan kalian mengikuti langkah-langkah setan, karena ia adalah musuh nyata untuk kalian”.

Al-hafidz Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya : Allah ta`ala berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman dan membenarkan Rosul-Nya agar mereka mengambil semua tali-tali Islam dan syari`at-syari`at-Nya serta mengamalkan seluruh perintah-perintah-Nya selama mereka mampu.( 1/255).

Perhatikanlah! Setelah Allah menyeru hamba-hamba-Nya yang beriman agar masuk kedalam Islam secara keseluruhan, Allah melarang mereka untuk mengikuti langkah-langkah setan,ini menunjukan bahwa disana hanya ada dua jalan saja; pertama : masuk ke dalam Islam secara keseluruhan. Kedua: atau mengikuti langkah-langkah setanyang suka menyuruh untuk meremehkan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah ta`ala.

Penulis akan menyebutkan amalan-amalan yang disyariatkan/sisunahkan, tapi di anggap sepele(cangkang/kulit)oleh sebagian umat Islam, di antaranya : Hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu

عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار

Dari Abi Hurairah radliyallaahu ta’ala ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda : “Apa-apa yang berada di bawah mata kaki dari kain, maka tempatnya adalah di neraka”  [HR. Al-Bukhari nomor 5450, Ahmad nomor 9936, Abdurrazzaq nomor 19987, dan yang lainnya].

Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam :

خالفوا المشركين وفروا اللحى وأحفوا الشوارب

”Selisilah oleh kalian orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot dan potonglah kumis” [HR. Al-Bukhari no. 5553 dan Muslim no. 259].

أحفوا الشوارب وأعفوا اللحى

”Potonglah kumis kalian dan peliharalah jenggot” [HR. Muslim no. 259].

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال التثاؤب من الشيطان فإذا تثاءب أحدكم فليكظم ما استطاع

Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Menguap itu termasuk perbuatan syaithan. Apabila salah seorang di antara kalian menguap, hendaklah ia tahan sekuatnya” [HR. Al-Bukhari no. 3289 dan Muslim no. 2994; dan ini lafadh Muslim].

نَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، نَا أَبِي، نَا شَدَّادُ بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي الْعَلاءِ، قَالَ: حَدَّثَنِي مَعْقِلُ بْنُ يَسَارٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ تَمَسَّهُ امْرَأَة لا تَحِلُّ لَهُ ”

Telah mengkhabarkan kepada kami Nashr bin ‘Aliy : Telah mengkhabarkan kepada kami ayahku : Telah mengkhabarkan kepada kami Syaddaad bin Sa’iid, dari Abul-‘Alaa’, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Ma’qil bin Yasaar, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Ditusuknya kepala seseorang dengan jarum dari besi lebih baik darinya daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya” [Diriwayatkan oleh Ar-Ruuyaaniy no. 1283].

Inilah sebagian sunnah-sunnah yang di anggap sepele, kulit yang banyak di abaikan oleh sebagian umat Islam. Ketahuilah bahwa Islam seseorang tidak sempurna sehingga dia mengikuti Nabi Shallallahu alaihi wasallam, membenarkan dan menerima sepenuhnya. Oleh karena itu, perhatikanlah setiap pembicaraan orang yang kamu dengar pada masamu secara khusus. Janganlah kamu tergesa-gesa dan terpengaruh oleh sesuatu pun sehingga kamu bertanya dan memperhatikan, apakah hal itu telah dibicarakan seorang sahabat Nabi atau seorang ulama? Kata-kata yang indah ini adalah sanggahan yang telak terhadap pernyataan yang selalu di ulang-ulang oleh orang yang tidak di kenal sebagai da`i atau prang-orang awam atau kaum intelektual jika menghadapi orang yang mengingkari bid`ah yang mereka lakukan atau hal baru yang mereka kerjakan, dimana kamu melihat(mendengar) mereka mengatakan : ini masalah kulit, ini masalah kecil atau ini masalah parsial. Kemudian mereka mengatakan : hendaklah kamu berpedoman kepada isi. Ungkapan-ungkapan hampa tersebut menunjukan dangkalnya pemahaman mereka tentang hakikat agama yang besar ini. Jika kita bersikap toleran kepada mereka dalam pembagian kulit dan isi ini, maka kita akan menganologikan perkara-perkara agama dengan buah-buahan, dimana masing-masing memiliki kulit dan isi , luar dan dalam, maka sesungguhnya kulit yang Allah ciptakan pada buah-buahan tidak diciptakan dengan sia-sia. Tidak sekali-kali tidak demikian. Kulit pada buah-buahan diciptakan Allah penuh hikmah, yaitu menjaga apa yang ada di dalamnya, yakni isi itu sendiri. Ini adalah yang mendorong kita boleh meremehkan kulit karena dia sebagai penjaga dan pengaman isi.  Imam syathibi berkata : hal-hal yang parsial merupakan penopang yang universal agar jangan sampai yang universal tertinggal, sehingga tertinggal kemaslahatannya yang menjadi tujuan dalam tujuan hukum.(kitab Al-Muwafaqat 11/61). Syaikh Muhammad bin Ismail  dalam bukunya Tasshir ulil Albab bi bid`ah Taqsim Ad Din ila Qaysr wa Lubab (hal. 122-123)lampiran buku Adillatu Tahrim Halqillihyah(dalil-dalil haramnya mencukur jenggot) berkata : pembagian agama kepada kulit dan isi mempengaruhi hati orang-orang awam dengan pengaruh buruk yang menyebabkan mereka meremehkan hukum-hukum lahir, melalaikan hal-hal yang di sebut kulit, sehingga hati mereka tidak tertaut kepadanya dan iman mereka menjadi lemah, yaitu tiasanya pengingkaran dengan hati yang merupakan kewajiban minimal setiap muslim terhadap bentuk-bentuk kemungkaran.

Orang-orang yang menyatakan perkataan baru tersebut meskipun mereka selalu mengukuhkannya dan membicarakannya, maka sesungguhnya mereka tidak meletakan definisi atau membatasan terhadap apa yang mereka sebut kulit atau yang mereka namakan isi yang menyebabkan orang senang mengerjakan isi saja tanpa kulit dan saya kira tidak membuat definisi itu! Kemudian bagaimana mereka mampu menyerukan orang lain kepada sesuatu yang mereka sendiri tidak mampu mendefinisikan atau menjelaskan batasnnya?ataukah kita mengatakan bahwa mereka tidak membuat definisi untuk hal ini hingga sekarang?padahal terdapat kaidah : hukum atas sesuatu adalah cabang dari konsepsinya. Apakah sebagai sikap yang bijak bila seseorang atau kelompok menyerukan sesuatu, sedangkan mereka sendiri tidak mempunyai kenjelasan dalam hal tersebut? (dikutip dari kitab Ushul bida`  karya Syaikh Ali Hasan Al-Halabi hal. 151-154, secara ringkas).

Terakhir penulis akan menyebutkan beberapa keburukan secara ringkas yang membagi agama ini kulit dan isi, yang di kutip dari kitab dalail ash showab hal. 47-55 karya Syaikh Salim Salim Ied Al-Hilali.

  1. Meremehkan syiar-syiar Allah dan tidak menganggungkan keharamannya. Karena meremehkan perkara yang ringan dapat menyeret kepada meremehkan perkara lebih besar, sehingga meremehkan perintah dan larangan Allah.
  2. Meninggalkan mengingkari yang mungkar, tidak memperingati dari keburukan, serta tidak menjelaskan jalannya orang-orang yang menyimpang dengan klaim bahwa itu adalah perkara cabang atau remeh atau masih diperselisihkan.
  3. Kaidah ini adalah kaidah yang terputus dengan salafussholeh, tidak pernah diamalkan oleh para sahabat, bahkan amalan dan ijtihad mereka bertentangan dengan kaidah tersebut.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata : adapun ahlussunnah wal jamaah, mereka memandang perbuatan dan perkataan yang tidak ada usalnya dari sahabat sebagai perkarabid`ah, sebab kalaulah itu baik tentu mereka telah mendahuluinya, karena mereka senantiasa bergegas setiap perangai kebaikan.(Tafsir Ibnu Katsir 7/287).

  1. Pintu yang empuk untuk masuknya keburukan, karena kaidah ini menganggap remeh kesalahan dan membiarkannya. Syaikhul Islam berkata : sesungguhnya munculnya bid`ah pertama kali adalah kecil, ketika orang yang melaksanakan cahaya nubuwah itu lemah, maka akan semakin kuat pula bid`ahnya.(Risalah Tadmuriyah hal/194).
  2. Semakin menambah perpecahan. Karena sesungguhnya menganggap remeh suatu permasalahan hukum akan membuka pintu keburukan dan semakin melebarkan perpecahan. Perpecahan yang disebut adalah perpecahan aqidah yang merupakan perpecahan yang paling dahsyat, lebih dahsyat dari sekedar perpecahan badan, bahkan perpecahan aqidah dapatmenimbulkan perpecahan badan.
  3.  Menjadikan sunnah terlupakan dan bid`ah semakin merajela. Karena ketika kita ingin mengingkari suatu bid`ah lalu di anggap telah mempermasalahkan soal yang di anggap sepele, maka bid`ah akan semakin berkembang, bahkan orang yang berusaha mengamalkan sunnah di cemooakan dengan klaim terlalu berlebih-lebihan atau terlalu mengurus masalah-masalah parsial. Allahul musta`an.

Syubhat keempat : kamu jangan memecah belah persatuan umat

 Persatuan merupakan satu landasan penting untuk membangun kehidupan yang istiqamah di atas jalan Allah Ta’ala. Tapi sungguh sayang, kalimat benar dan mulia ini banyak dipergunakan secara keliru oleh berbagai gerakan (firqah/kelompok) yang dilandasi oleh berbagai kebatilan dan hawa nafsu. Mereka menggunakan kalimat tersebut untuk bersembunyi di balik nama perjuangan Islam, namun hakikat tujuan mereka yang sebenarnya adalah untuk mengaut keuntungan duniawi. Yang lebih tragis, kelakuan mereka ini banyak menimbulkan perpecahan kaum muslimin dimana-mana.

Seruan persatuan atas nama Islam namun didasari oleh kebatilan sudah berlangsung sejak dulu. Di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, orang-orang musyrikin jahiliyah pernah menawarkan kepada beliau ajaran sinkretisme, iaitu persatuan dalam praktek ibadah antara kaum musyrikin dengan kaum muslimin. (Sirah Ibnu Hisyam, 1/334)

Di antara alasan sebagian umat Islam, kala diingatkan dari perkara-perkara bid`ah yang sudah mendarah daging di tengah masyarakat, misal : memperingati maulid Nabi, melafadzkan niat sebelum sholat dan shaum, Tahlilan di hari-hari tertentu ketika ada yang meninggal atau hal-hal tidak ada tuntunannya dari Islam, mereka dengan semangatnya berkata : kamu jangan mempecah belah kaum muslimin. apakah betul, jika ada seseorang yang menginggatkan dari sesuatu perbuatan bid`ah dan maksiat adalah sebagai pemecah belah umat Islam. Sebelum penulis membantah ungkapan ini, penulis akan menjelaskan apa itu persatuan yang sebenarnya.

Allah ta’ala berfirman :

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

“Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu jadilah kamu orang-orang yang bersaudara karena nikmat Allah” [QS. Ali ‘Imran : 103].

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Telah diperintahkan kepada mereka (kaum muslimin) untuk bersatu dan melarang mereka dari perpecahan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/389)

Al Imam Abu Ja’far At-Thabari rahimahullah berkata: “Yang dimaksud oleh Allah Subhaanahu Wata’ala dari ayat tersebut adalah: Berpeganglah kamu dengan agama Allah Allah Subhaanahu Wata’ala yang telah Dia perintahkan kepada kamu, dan dengan janji-Nya yang telah diambil atas kamu di dalam Kitab-Nya, iaitu berkumpul di atas kalimah yang benar dan berserah kepada kalimah Allah Subhaanahu Wata’ala.” (Tafsir Ath-Thabari, 3/378)

Al-‘Allamah As-Sa’di rahimahullah berkata :

ثم أمرهم تعالى بما يعينهم على التقوى وهو الاجتماع والاعتصام بدين الله، وكون دعوى المؤمنين واحدة مؤتلفين غير مختلفين، فإن في اجتماع المسلمين على دينهم، وائتلاف قلوبهم يصلح دينهم وتصلح دنياهم وبالاجتماع يتمكنون من كل أمر من الأمور، ويحصل لهم من المصالح التي تتوقف على الائتلاف ما لا يمكن عدها، من التعاون على البر والتقوى، كما أن بالافتراق والتعادي يختل نظامهم وتنقطع روابطهم ويصير كل واحد يعمل ويسعى في شهوة نفسه، ولو أدى إلى الضرر العام….

“Kemudian Allah ta’ala memerintahkan mereka dengan apa-apa yang dapat menolong mereka di atas ketaqwaan, yaitu persatuan dan berpegang-teguh dengan agama Allah; yang menjadikan dakwah kaum mukminin adalah dakwah yang satu, menyatu dan tidak saling berselisihan. Sesungguhnya dalam berkumpulnya kaum muslimin di atas agama mereka dan persatuan hati-hati mereka, ada kebaikan kebaikan bagi agama dan dunia mereka. Dengan persatuan, mereka dapat mengatasi suatu perkara. Mereka memperoleh banyak kebaikan yang tidak terhitung jumlahnya karena persatuan mereka itu, dari sikap saling tolong-menolong dalam ketaqwaan dan kebaikan. Seperti halnya perpecahan dan permusuhan akan mengakibatkan aturan (perikehidupan) menjadi rusak, memutuskan tali kekerabatan/persaudaraan, serta menjadikan setiap orang berbuat dan berjalan demi kepuasan syahwat pribadinya semata; meskipun mengakibatkan kerugian bagi masyarakat…”

unduk dan taat di atas al-haq merupakan landasan persatuan yang hakiki. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman yang maksudinya:

“Dan patuhlah kalian semua kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berselisih sehingga kalian akan melemah dan hilang kekuatan kalian dan bersabarlah sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46)

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizahullah berkata: “Agama (Islam) adalah satu, iaitu apa yang telah dibawa oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak dapat dipecah menjadi beberapa sekte atau mazhab. Bahkan agama (kebenaran) adalah satu dan datang dari Allah, yang telah dibawa oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam dan apa yang baginda tinggalkan kepada umatnya iaitu baginda tinggalkan umatnya di atas kemurnian (kejelasan). Malamnya seperti siangnya, tidak ada yang menyeleweng darinya kecuali akan binasa.” (Lamhah ‘Anil Firaq Ad-Dhallah hal. 10)

Al-Imam Abul Qasim Al-Ashbahani rahimahullah berkata: “Allah telah memerintahkan kepada kamu untuk menjadi orang yang mengikuti (taat), mendengar, dan patuh. Seandainya umat dibebaskan dengan akalnya, qias, dan hawa nafsunya dalam memahami tauhid dan mencari keimanan, sungguh mereka akan sesat.” (Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah hal. 141)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Sungguh jelas bahawa sebab persatuan dan keutuhan adalah mengumpulkan (menerima) semua bahagian agama dan mengamalkanya secara keseluruhan. Hal itu merupakan bentuk ibadah kepada Allah yang Esa tidak ada sekutu baginya, yang diwujudkan secara lahir dan batin sebagaimana yang telah diperintahkan. Dan faedah dari berjamaah adalah dicurahkan rahmat Allah, keredhaan-Nya, keselamatan, kebahagiaan dunia dan akhirat, muka yang putih/cemerlang. Adapun buah dari perpecahan adalah azab Allah, laknat, muka yang hitam dan berlepas dirinya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam darinya.” (Majmu’ Fatawa, 1/17).

Setelah kita mengetahui makna persatuan yang syar`i dari ayat-ayat Quran dan dijelaskan oleh para ulama, maka jelaslah bahwa persatuan yang syar`i dalam Islam adalah berpegang teguh dengan agama Allah Azza wa jalla. Yaitu jalan yang lurus, dan jalan yang lurus itu adalah jalan Rasulullah dan para sahabatnya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist hasan ketika Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengambarkan bahwa umat ini akan terpecah belah menjadi 73 golongan, satu masuk surga dan yang lainnya masuk neraka, beliau menjelaskan tentang satu golongan yang selamat tersebut yaitu : apa-apa yang dipegang olehku dan para sahabatku pada hari ini. Jadi persatuan Islam maknanya bersatu di atas jalan Rosulullah dan para sahabatnya dan perpecahan maknanya perpecahan maknanya berpecah dari jalan tersebut.

Setelah kita mengetahui persatuan syar`i di atas, maka jelaslah bahwa persatuan yang sesuai Islam, adalah persatuan yang didasari dalil-dalil shohih dari Quran dan sunnah yang shohih sesuai pemahaman para sahabat beliau. Jika ada seseorang yang memperingati dan menasihati agar meninggalkan bid`ah-bid`ah dalam beragama dan mengamalkan sunnah-sunnah yang shohih di tengah-tengah masyarakat(yang sering melakukan kebid`ahan dalam beragama) , maka dia bukanlah  seorang pemecah belah persatuan umat Islam,tetapi dia adalah seseorang yang ingin mempersatukan umat Islam yang syar`i di atas manhaj nubuwah, yakni mempersatukan umat Islam di atas aqidah, manhaj dan beribadah yang sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat beliau shallallahu alaihi wasallam. Sebaliknya seseorang yang membiarkan bid`ah-bid`ah beragama yang sering dilakukan sebagian Umat Islam, maka dia yang sebenarnya pemecah belah kaum muslimin. mengapa begitu? Karena dia mendukung perbuatan bid`ah dalam agama yang tidak pernah di amalkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat beliau. Penulis akan jelaskan sedikit. Dahulu para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengamalkan semua ajaran Islam sesuai apa yang diamalkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, para sahabat tidak pernah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Islam. lalu tahun demi tahun setelah banyak para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat, maka sebagian Umat Islam dari kalangan orang-orang jahil, munafik dan pendusta yang membuat ajaran-ajaran baru dalam Islam, dan setelah berabad-abad berlalu bid`ah-bid`ah makin berkembang dan merajarela, benarlah apa yang disabdakan Rasulullah Sahallallahu alaihi wasallam, beluau bersabda : “Tidak datang kepada kalian suatu jaman kecuali jaman setelah lebih jelek dari hingga kalian bertemu dgn Tuhan kalian.”  Berarti semakin jauh zaman dari zamannya Rasulullah Shallallahu alaihinwasallam, maka akan lebih jelek. Manusia awalnya bersatu,perhatikan Firman Allah ta`ala :  Allah Subhana  Wa Ta`ala  berfirman,

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلاَّ الَّذِينَ أُوتُوهُ مِن بَعْدِ مَاجَآءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللهُ يَهْدِي مَن يَشَآءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ {213}

“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perseli-sihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira juga pemberi peringatan, dan Allah menurunkan ber-sama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena deng-ki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendakNya. Dan Allah selalu mem-beri petunjuk orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus.” (Al-Baqarah: 213).  Penjelasan ayat di atas. Imam al-Qurthubi menyebutkan riwayat Ibnu Abbas dengan mengatakan, “Ibnu Abbas dan Qatadah berkata, ‘Yang dimaksud dengan manusia di sini adalah (yang hidup pada) abad-abad yang merupakan jarak antara Adam dan Nuh, ialah sepuluh abad, di mana mereka satu dalam kebenaran sampai mereka berselisih (se-hingga ada yang tetap di atas kebenaran dan ada yang menjadi musyrik), maka Allah mengutus Nabi Nuh dan nabi-nabi sesudahnya.’ Ibnu Abbas juga berkata, ‘Mereka dulunya adalah satu umat dalam kekafiran’, dan yang beliau maksud adalah pada saat Nuh diutus Allah.” Tafsir al-Qurthubi 2/29, cet. At-Taufiqiyah.
Riwayat-riwayat ini juga dapat dilihat dalam tafsir Ath-Thabari. Al-Hafizh Ibnu Katsir mentarjih setelah me-nyebutkan kedua riwayat dari Ibn Abbas ini dengan berkata, “Perkataan yang pertama dari Ibnu Abbas lebih shahih dari segi sanad dan makna (matan), karena manusia pada mulanya adalah satu di atas agama nabi Adam sampai (ada di antara) mereka yang menyembah berhala-berhala.” Sehingga sampai wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat beliau, (setelah kaum muslimin bersatu dalam memahami Islam dengan benar), maka mincullah sekelompok kaum muslimin yang mengadakan, mendukung  bahkan membela amalan-amalan baru dalam beragama  yang tidak pernah di kenal di jaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat beliau , baik dalam aqidah, manhaj dan ibadah-ibadah lainnya. Sekelompok kaum muslimin inilah yang sebenarnya telah memecah belah kaum muslimin yang awalnya sudah bersatu. Sehingga perkataan :kamu jangan memecah belah persatuan umat, kepada orang-orang yang memperingati orang-orang yang berbuat ajaran baru dalam Islam(bid`ah) agar meninggalkannya, maka ini adalah kesalahan besar dan sebuah kerancuan yang fatal, yang hanya keluar dari orang-orang yang tidak berilmu dengan benar.

Insya Allah bersambung ke bagian tiga.