Daulah Islamiyyah ISIS Dalam Timbangan Islam


Daulah Islamiyyah ISIS Dalam Timbangan Islam

Disusun oleh Ustadz Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah

Isis dan kezhalimanSesungguhnya Ahlussunnah wal Jama’ah—para pengikut Salafushshalih—adalah orang-orang yang paling mengetahui al-haq lagi paling penyayang terhadap makhluk. Di antara bentuk kasih sayang mereka adalah bantahan mereka terhadap ahlulbid’ah. Maksudnya tidak lain adalah agar mereka (ahlulbid’ah) mau bertaubat sehingga tidak mati dalam keadaan membawa dosa bid’ah yang membinasakan, juga agar manusia mengetahui kebid’ahan mereka dan menjauhinya sehingga jumlah orang yang mengikuti mereka di dalam kesesatan dapat terminimalisir. Sebab, bila tidak maka akan bertambah banyak dosa mereka.

Di antara kelompok-kelompok bid’ah yang banyak dinasihati oleh para ulama Sunnah dari zaman sahabatRadhiallahu’anhum hingga hari ini adalah kelompok Khawarij. Di antara yang menasihati mereka adalah Sahabat Abdullah ibn Abbas Radhiallahu’anhuma di dalam kisah perdebatannya dengan orang-orang Khawarij yang menyadarkan puluhan ribu dari mereka.

Kemudian di antara para tabi’in, ada al-Imam Wahb ibn Munabbih yang menasihati Dzul Khaulan hingga bertaubat dari pemikiran Khawarij.

Kemudian para ulama Sunnah lainnya dari masa ke masa hingga zaman ini yang banyak menasihati kaum Khawarij dengan lisan-lisan dan pena-pena mereka.

Di antara kelompok Khawarij yang menonjol pada saat ini adalah ISIS yang menggoncangkan dunia dengan aksi-aksi brutal mereka yang mengatasnamakan Islam. Sebagai nasihat kepada mereka khususnya dan kaum muslimin secara umum maka Insya Allah di dalam bahasan ini akan kami paparkan timbangan syari’at Islam atas pemikiran-pemikiran dan aksi-aksi mereka dengan banyak mengambil faedah dari nasihat-nasihat para ulama terhadap mereka.

Celaan ISIS terhadap manhaj salafi dan para ulama

Lanjutkan membaca

Pengagungan Kubur Dalam Pandangan Kaum Sufi


Pengagungan Kubur Dalam Pandangan Kaum Sufi

PENGAGUANGAN KUBUR DALAM PANDANGAN KAUM SUFI

Oleh Ustadz Abu Ihsan al-atsary

sufiPengkultusan makam yang dianggap keramat, seperti makam orang yang dianggap wali, telah mewabah di tengah-tengah kaum Muslimin. Sering kita dengar orang-orang yang pergi berombongan seperti hendak menunaikan ibadah haji melakukan perjalanan wisata rohani, yaitu berziarah ke makam-makam tertentu.

Saking besarnya cinta mereka kepada makam-makam tersebut hingga mereka rela mempertahankan makam-makam yang dianggap keramat itu walaupun harus menumpahkan darah. Seperti yang terjadi pada tragedi berdarah Tanjung Priok, berawal dari sengketa tanah di area pemakaman Habib Hasan bin Muhammad al-Haddad alias Mbah Priok, di Jakarta Utara, (29 Rabi’uts Tsani 1431), berubah menjadi pertikaian berdarah. Lebih dari seratus orang, baik dari warga maupun petugas Satpol PP dan Polisi mengalami luka-luka, bahkan jatuh korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Menurut ceritanya, pada abad ke-18, Mbah Priok dikenal sebagai juru dakwah kepada Islam di Batavia. Ia sangat dihormati sehingga sekarang kuburannya pun kerap diziarahi.

Ini merupakan bukti bahwa pengagungan kubur telah menjadi sebuah fitnah yang mengancam aqidah kaum Muslimin.

Perlu untuk diketahui, pengagungan terhadap kubur ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam ajaran tasawwuf. Makam dan perkuburan telah menjadi salah satu tempat ibadah bagi mereka, tempat berdoa dan berdzikir. Terlebih lagi makam-makam wali yang mereka anggap keramat. Ngalap (mencari) berkah di situ sudah menjadi bagian dari ritual mereka. Maka bermunculanlah makam-makam keramat yang dijadikan sebagai tempat ziarah dan ibadah. Sebut saja misalnya makam wali songo, makam-makam para pendiri tarikat dan tuan guru, makam-makam para tokoh yang dianggap memiliki kelebihan, bahkan makam-makam yang tidak jelas siapa yang dikuburkan disitu.

Banyak sekali kisah-kisah yang mereka bawakan dalam buku-buku mereka yang menceritakan bagaimana pendahulu mereka menjadikan kubur sebagai tempat munajat.

Kaum sufi menukil dari ‘Atha’ as-Sulami bahwa apabila tiba malam hari, ia keluar menuju perkuburan untuk bermunajat kepada para penghuni kubur hingga terbit fajar.[1]

Asy-Sya’rani menukil kisah ar-Rabie’ bahwa setiap malam ia keluar ke perkuburan dan mengerjakan ibadah semalam suntuk di sana.[2] Lanjutkan membaca

Fatawa Ulama Ahlus Sunnah Tentang Hukum Nyanyian Sufi Dan Nasyid Islami


Fatawa Ulama Ahlus Sunnah Tentang Hukum Nyanyian Sufi Dan Nasyid Islami

FATAWA ULAMA AHLUS SUNNAH TENTANG HUKUM NYANYIAN SUFI DAN NASYID ISLAMI

Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله

sufiSebagaimana kita tidak boleh beribadah melainkan hanya kepada Allâh Azza wa Jalla, demi merealisasikan syahadat LÂ ILÂHA ILLALLÂH, demikian juga kita tidak boleh beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla atau mendekatkan diri kepada-Nya, melainkan hanya dengan cara yang diajarkan oleh Rasul-Nya Shallallahu ’alaihi wa sallam, demi merealisasikan syahadat MUHAMMADURRASÛLULLÂH. Bila dua hal itu direalisasikan oleh seorang Mukmin, berarti ia telah mencintai Allâh Azza wa Jalla dan mengikuti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Orang yang mencintai Allâh Azza wa Jalla , maka Allâh Azza wa Jalla akan selalu bersamanya dan Allâh Azza wa Jalla juga akan selalu menolongnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allâh Azza wa Jalla , ikutilah aku, niscaya Allâh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Ali ‘Imrân/3:31]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ ، لَوْ أَنَّ مُوْسَى كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِيْ

Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, seandainya Nabi Musa masih hidup, niscaya tidak ada pilihan baginya kecuali mengikutiku Lanjutkan membaca

Sufi Atau Shufi, Kapan Dan Bagaimana Tahap Kemunculannya


Sufi Atau Shufi, Kapan Dan Bagaimana Tahap Kemunculannya

SUFI ATAU SHUFI; KAPAN DAN BAGAIMANA TAHAP KEMUNCULANNYA PENDAHULUAN

Oleh Dr. Fahd bin Sulaiman al-Fuhaid

sufiBenarkah tasawuf merupakan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sudah muncul semenjak zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Atau benarkah merupakan amaliyah para Shahabat x dan sudah muncul semenjak zaman mereka ?

Jika memang demikian, tentu ada riwayatnya dan sudah tercatat dalam sejarah. Tentu pula istilah tasawuf dan sufi (menurut lidah dan ejaan bahasa Indonesia), atau tashawwuf dan shûfiy (menurut ejaan dan lidah bahasa Arab) tidak akan diperdebatkan oleh Ulama tentang akar kata kalimat tersebut. Pada kenyataannya, tidak ada satupun riwayat shahîh yang menerangkan kalimat tersebut. Bahkan riwayat dha’îf pun tentang kalimat itu sulit dicari. Bahkan ditinjau dari sisi bahasa Arab pun, para Ulama berselisih pendapat tentang asal mula kata tersebut. Maka ini tentu menunjukkan bahwa kata sufi dan tasawuf tidak memiliki akar kata yang jelas dalam bahasa Arab.

TAHAP-TAHAP MUNCULNYA TASHAWUF DAN SHUFI
Tahap Pertama.
Menurut para peneliti sejarah, benih-benih ajaran sufi (atau shûfiy) mulai muncul pada zaman Tâbi’în, tanpa nama dan istilah-istilah khusus. Dilakukan oleh sebagian ahli ibadah yang pernah berjumpa dengan sebagian Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Waktu itu mereka dikenal sebagai Nussâk (ahli ibadah), zuhhâd (orang-orang zuhud), orang-orang yang gampang menangis, orang-orang alim, ahli taubat dan sebutan lain yang senada. Intinya orang-orang yang dikenal bersifat ahli ibadah, ahli zuhud dan memutuskan diri dari urusan duniawi, khususnya ahli ibadah di Irak, Kufah dan Bashrah. Sebab terlihat pada diri orang-orang tersebut tanda-tanda sikap berlebihan dalam mengekang diri dan dalam menambah-nambahkan apa yang tidak ada pada para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Lanjutkan membaca

Telaah Kritis untuk 6 Sifat Karkun (JT)


Telaah Kritis untuk 6 Sifat Karkun (JT)

مناقشة شروط الجماعة

jamaah tablighTelaah Kritis terhadap 6 syarat utk menjadi aktivis JT

1- تحقيق كلمة ( لا إله إلا الله ، محمد رسول الله ) .

Pertama, merealisasikan kalimat la ilaha illallahu, Muhammad Rasulullah

إن التحقيق يعني الفهم والتطبيق ، فهل فهم معنى هذه الكلمة الطيبة ـ التي هي الركن الأول من أركان الإسلام الوارد في حديث جبريل الذي رواه مسلم ـ هؤلاء الجماعة ؟

Merealisasikan itu artinya memahami dan mempraktekkan. Apakah JT memahami makna kalimat tahyyibah ini yang merupakan rukun pertama dalam Islam sebagaimana dalam hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Muslim?

وهل دعوا إلى تطبيقها والعمل بها ؟

Apakah JT mengajak manusia untuk mengamalkan dan mempraktekkan secara nyata kalimat tersebut?

الواقع أنهم لا يعلمون معناها الحقيقي ، وهو :
( لا معبود بحق إلا الله ، ومحمد مبلغ دين الله الذي ارتضاه ) .

Realita membuktikan bahwa JT tidak mengetahui makna yang benar dari dua kalimat syahadat. Maknanya yang benar adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah sekedar menyampaikan agama yang Allah ridai. Lanjutkan membaca

ISIS DALAM TINJAUAN AHLUSSUNNAH


ISIS DALAM TINJAUAN AHLUSSUNNAH

Oleh: Dr. Ali Musri Semjan Putra, MA.

• Pendahuluan

ISIS Khawarij gaya baruSegala puji bagi Allah, shalawat dan salam buat nabi kita yang mulia Muhammada shalallahu’alaihi wassalam beserta keluarga dan para sahabat beliau. Berangkat dari rasa ingin saling menasehati sesama muslim, kami meluangkan waktu untuk membahas salah satu topik aktual dewasa ini. Yaitu tentang Daulah Islamiyah Iraq dan Syam (داعش) yang lebih popular dengan ISIS (Islamis State of Iraq and Sham). Jika kita amati isu ISIS telah menjadi polemic baru di tengah-tengah masyarakat. Adanya pro dan kontra terhadap sesuatu yang baru muncul itu hal yang biasa. Akan tetapi suatu hal yang tidak bisa diterima dan dibenarkan sama sekali adalah memanfaatkan isu ISIS untuk menolak Islam dari jarak jauh dan dekat, lalu dikait-kaitkan dengan dakwah Ahlussunnah yang sedang bersemi di bumi nusantara ini. Dengan kata lain: memancing di air keruh…

Semoga tulisan kecil ini dapat menggambarkan siapa sebanarnya ISIS? dan bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap ISIS? selamat membaca! Semoga bermanfaat…

• Sejarah kelahiran ISIS

Gerakan ISIS bermula dari dibentuknya “Jamah Tauhid dan Jihad” di Iraq pada tahun 2004 oleh Abu Msh’ab Zarqowy. Kemudian pada waktu yang bersamaan Zarqowy menyatakan pembai’atannya terhadap pimpinan tertinggi Al Qoidah Usamah bin Ladin, dengan demikian ia langsung menjadi perwakilan resmi Al Qoidah di Iraq. Ketika Amerika menjajah Iraq pasukan Zarqowy sangat agresif dalam menentang penjajahan tersebut. Hal ini menyebabkan banyak pejuang Iraq yang bergabung dengan pasukan Zarqowy. Meskipun secara idologi mereka berbeda, akan tetapi kondisi perang menyebabkan mereka untuk bergabung dengan segala kekuatan dalam melawan penjajahan Amerika terhadap rakyat Iraq. Dengan berlalunya waktu pengaruh Zarqowy semakin kuat di tengah-tengah para pejuang Iraq dan jumlah pasukannya semakin bertambah dan membesar.

Pada tahun 2006 Zarqowy mengumumkan melalui sebuah rekaman tentang pembentukan ‘Majlis Syura Mujahidin” yang diketuai oleh Abdullah Rosyid Bagdady. Tujuan dari pembentukan “Majlis Syura Mujahidin” ini adalah untuk mengantisipasi perpecahan dikemudian hari antara berbagai kelompok pejuang yang tersebar di berbagai pelosok daerah Iraq. Namun sebulan setelah pernyataannya tersebut Zarqowy terbunuh, lalu posisinya digantikan oleh salah seorang tokoh Al Qoidah yang bernama Abu Hamzah Al Muhajir.
Kemudian pada akhir tahun 2006 sebagian besar pasukan “Majlis Syura Mujahidin” berhasil mengambil sebuah keputusan bersama untuk mendirikan Negara Islam Iraq di bawah pimpinan Abu Umar Bagdadi. Lanjutkan membaca

Buku Pegangan Sufi, Sarat Hadits-Hadits Palsu


Buku Pegangan Sufi, Sarat Hadits-Hadits Palsu

Buku Pegangan SufiKemunculan firqah-firqah yang menggulirkan banyak perkara baru dalam agama (bid’ah-bid’ah), seperti golongan Sufi, telah mendatangkan fitnah dan ujian tersendiri terhadap keyakinan dan amaliah umat Islam. Fitnah ini salah satunya dalam bentuk ajakan mengagungkan Rasûlullâh hanya melalui ucapan-ucapan lisan saja, dengan mengesampingkan ajakan mengikuti perbuatan-perbuatan beliau. Dengan begitu, mereka telah berseberangan dengan perintah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan jalan para Sahabat yang mulia, para Khulafa Rasyidin dan ulama-ulama setelah mereka.

Saudaraku, ketahuilah, di antara landasan pokok kaum Sufi dan ciri khas mereka, adalah menyebarluaskan hadits-hadits lemah, palsu, dan cerita-cerita khayalan (khurafat) disertai mengamalkan kandungan-kandungannya. Landasan dasar mereka yang lain, mentashhih hadits-hadits palsu itu (menilai hadits shahih) melalui kasyf, manâmât (bisikan dan mimpi) yang menyelisihi kaedah Ulama Hadits dalam menilai satu hadits.

Bila diperhatikan, akan cukup sulit bagi Saudara untuk menjumpai dan mendengarkan hadits shahih dalam ceramah dan khutbah-khutbah golongan Sufi. Jarang sekali mereka menyampaikan hadits shahih. Kalaulah mengetengahkan hadits shahih, itu pun dengan memenggalnya dan dijadikan sebagai dalil dalam masalah yang tidak pada tempatnya. Pasalnya, tumpuan utama mereka pada hadits-hadits yang didustakan atas nama Rasûlullâh (hadits palsu), hadits-hadits gharib, dan cerita-cerita khurafat, yang semua ini ditonjolkan untul melegalkan keyakinan-keyakinan yang sesat, praktek syirik dan bid’ah-bid’ah.

Jumlah hadits-hadits dusta dan palsu yang di kalangan Sufi tidak terhitung, baik muncul karena kedangkalan ilmu mereka terhadap hadits maupun kesengajaan. Hadits-hadits dusta dan palsu ini disebarluaskan di tengah umat sampai mengakibatkan diikutinya hadits-hadits yang tertolak dan terbengkalainya hadits-hadits shahih. Pada dasarnya, mereka mengakui kurang menguasai hadits dan kitabt-kitabnya, perbedaan hadits shahih dengan hadits yang bermasalah. Siapa saja memperhatikan buku-buku rujuan penting mereka, akan menjumpai contoh-contoh tersebut dengan jelas sekali.  Lanjutkan membaca

Sekilas Tentang Ajaran Sufi yang Diadopsi dari Luar Islam


Sekilas Tentang Ajaran Sufi yang Diadopsi dari Luar Islam

A. PENGERTIAN SUFI

Menurut pengakuan dari banyak peneliti baik dari kalangan Sufi maupun non Sufi, sepakat berpendapat bahwa kata Sufi belum ada kata sepakat tentang asal kata dari kalimat tersebut. Bahkan sebahagian tokoh-tokoh Sufi ada yang berpendapat bahwa definisi tasawuf hampir mendekati 2000 pendapat[1]. Penyebab utama dari banyaknya perbedaan tentang hakikat Sufi kembali kepada sekte dan fase-fase yang terdapat dalam pemikiran Sufi itu sendiri.

 

Definisi yang lebih dekat dan populer adalah bahwa asal kata Sufi dinisbatkan kepada pakaian yang sering dipakai oleh orang-orang Sufi pada awal kemunculan mereka di kota Bashrah.[2]

Kebiasaan orang-orang Sufi dahulu adalah memakai baju yang terbuat dari bulu domba yang tebal yang belum dihaluskan. Bulu domba dalam bahasa Arab disebut shuf, maka dari kalimat ini lahir istilah shufi atau shufiyyah.

Sebagaian orang-orang Sufi berpendapat bahwa penamaan Sufi diambil dari istilah Ahlu Suffah, akan tetapi hal tersebut jauh dari segi bahasa dan fakta kehidupan ahli Suffah. Para Ahli Suffah tidak pernah berkeyakinan dan beribadah ala orang-orang Sufi.

Para Ahli Suffah tinggal di masjid untuk sementara waktu saja, sampai mereka memiliki tempat tinggal. Mereka juga orang-orang yang suka bekerja keras dan mencintai ilmu. Berbeda dengan orang Sufi yang berdiam diri di masjid karena malas bekerja dan berdalil itu sebagai bentuk tawakal. Pada hal tawakal bukanlah meninggalkan usaha.

Kemudian penggunaan istilah Sufi untuk orang-orang yang zuhud atau ahli ibadah tidak pernah dikenal pada masa Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam maupun dikalangan para Sahabat –radhiyallâhu’anhum–.

B. SEJARAH AWAL MUNCULNYA SUFI Lanjutkan membaca

KESESATAN PAHAM INGKAR SUNNAH


KESESATAN PAHAM INGKAR SUNNAH

Ketahuilah wahai saudaraku –semoga Alloh Ta’ala merahmatimu– bahwasanya Alloh Ta’ala menurunkan dua wahyu berupa al-Qur’an dan al-Hikmah kepada Rosul-Nya dan mewajibkan kepada seluruh hamba untuk mengimani keduanya dan mengamalkan kandungannya. Alloh Ta’ala berfirman:

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّـهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ لَهَمَّت طَّائِفَةٌ مِّنْهُمْ أَن يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّا أَنفُسَهُمْ ۖ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِن شَيْءٍ ۚ وَأَنزَلَ اللَّـهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ اللَّـهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا ﴿١١٣

“Dan Alloh telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu.” (QS. an-Nisa [4]:113)

[Berdasarkan kesepakatan ulama salaf yang dimaksud dengan al-Kitab yaitu al-Qur’an dan al-Hikmah adalah Sunnah.[1

akan apa yang dikabarkan oleh Rosululloh  dari Robbnya, kewajiban kita adalah membenarkan dan mengimaninya. Hal ini merupakan pokok dasar yang disepakati oleh seluruh kaum muslimin, tidak ada yang mengingkarinya

[kecuali orang di luar Islam.[2

Namun anehnya, muncul sebuah pemahaman sesat yang mencukupkan diri dengan al-Qur’an saja tanpa hadits Nabi. Lebih aneh lagi, tatkala pemikiran beracun ini diadopsi oleh sebagian pemikir dan penulis zaman sekarang.

Sekadar contoh, simaklah ucapan Agus Mustofa berikut: Lanjutkan membaca

Membongkar Kesesatan Ingkar Sunnah [Bagian Ketiga]


Membongkar Kesesatan Ingkar Sunnah [Bagian Ketiga]

B. Dalam Hal Aqidah

1. Tentang syirik 

Melihat definisi syirik yang mereka kemukakan maka kita akan dapati definisi tersebut tidaklah bertentangan, mereka mengatakan bahwa syirik kepada Alloh Azza wa Jalla yaitu meyakini bahwa Alloh Azza wa Jalla memiliki sekutu dalam uluhiyyah atau rububiyyahNya, atau berarti peribadatan kepada selain Alloh Azza wa Jalla .
Namun, dalam prakteknya, mereka memasukkan pengamalan sunnah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam dan menjalankan hukum-hukum Beliau Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam yang terkandung dalam hadits sebagai suatu kesyirikan atau menghidupkan kesyirikan, sebagaimana dikemukakan oleh dua tokoh mereka Abdullah dan Al Khawajah Ahmaduddin.
kalaulah benar, bahwa mengamalkan sunnah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam merupakan kesyirikan, tentulah Alloh Azza wa Jalla tidak akan memerintahkan para Shohabat rodliallohu anhum untuk tunduk dan patuh kepada keputusan Beliau, sebagaimana firman-Nya yang berarti,
“maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan,dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [QS An Nisa’ 65]Demikian pula, Alloh Azza wa Jalla tidak akan menjadikan hal menerima hukum (keputusan) RasulNya sebagai syarat keimanan.
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka diseru kepada Allah dan RasulNya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [QS An Nur 51].
Sementara tidak ada jalan untuk mentaati hukum-hukum Rosul kecuali dengan mengamalkan sunnahnya.
Sedangkan tokoh lainnya -Berwiz- memandang bahwa syirik itu ada tiga macam, yaitu : Lanjutkan membaca