JANGAN PERNAH BERGANTUNG PADA MANUSIA


JANGAN PERNAH BERGANTUNG PADA MANUSIA

Ustadz Abdurrahman Thoyyib, Lc(Lulusan Universitas Islam Madinah, Pengajar di Sekolah Tinggi Ali bin Abi Tholib, Surabaya).

SirohManusia adalah makhluk yang lemah, tidak punya daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Allah berfirman:

وَخُلِقَ ٱلۡإِنسَـٰنُ ضَعِيفً۬ا
“Dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisa’ : 28)

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلۡفُقَرَآءُ إِلَى ٱللَّهِۖ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلۡغَنِىُّ ٱلۡحَمِيدُ
“Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir : 15)

Selayaknya manusia selalu mengantungkan harapan, cita-cita serta kebutuhannya kepada Allah. Terlebih kita mengetahui diantara nama Allah adalah Ash-Shamad. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata : Ash-Shamad adalah Dzat yang sempurna sifat-sifat-Nya yang semua makhluk selalu membutuhkanNya. [1]

Oleh karena itulah Allah perintahkan kita untuk bertawakkal kepada-Nya saja. Allah berfirman:
وَتَوَڪَّلۡ عَلَى ٱلۡحَىِّ ٱلَّذِى لَا يَمُوتُ
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati.” (QS. Al-Furqon : 58)

– Definisi Tawakkal

Imam Ibnu Rajab rahimahullahu berkata tentang definisi tawakkal:

صدق اعتماد القلب على اللّه تعالى في استجلاب المصالح ودفع المضار من أمور الدنيا والآخرة
Tawakkal adalah kejujuran hati dalam bergantung/bersandar kepada Allah dalam meraih kebaikan dan menjauhkan diri dari kemadharatan dalam urusan dunia maupun akhirat. [2]

Imam Al-Jurjaani berkata tentang makna tawakkal:

التوكل هو الثقة بما عند اللّه، واليأس عما في أيدي الناس
Tawakkal adalah merasa yakin dengan apa yang disisi Allah dan tidak bergantung kepada manusia. [3]

– Keutamaan orang yang bertawakkal
Allah dan Rasul-Nya telah banyak menjanjikan kepada orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya berbagai macam keutamaan dan pahala. Diantaranya:

1. Meraih pertolongan Allah

Allah berfirman:
إِن يَنصُرۡكُمُ ٱللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمۡ‌ۖ وَإِن يَخۡذُلۡكُمۡ فَمَن ذَا ٱلَّذِى يَنصُرُكُم مِّنۢ بَعۡدِهِۦ‌ۗ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡيَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ

“Jika Allah menolong kamu, Maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), Maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.”
(QS. Ali Imran : 160)

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata: Ayat ini mengandung perintah untuk memohon pertolongan kepada Allah serta bergantung kepada-Nya dan tidak bersandar kepada diri sendiri. Oleh karena itu Allah berfirman “karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal”. Dan ketika Allah mendahulukan kata-kata “hendaklah kepada Allah” ini menunjukkan tawakkal harus kepada Allah saja dan tidak kepada yang lain. Karena Allah lah satu-satunya Dzat yang bisa menolong kita. Bergantung kepada Allah adalah bentuk tauhid yang akan mengantarkan kita kepada tujuan. Sedangkan bergantung kepada selain-Nya itu adalah syirik yang tidak bermanfaat bagi pelakunya bahkan bermadharat. Dan di dalam ayat ini ada perintah untuk bertawakkal kepada Allah saja. Sesuai kadar keimanan seorang hamba itulah tingkat tawakkalnya kepada Allah. [4]

2. Mendapat petunjuk, kecukupan dan penjagaan dari Allah dari gangguan setan.

Allah berfirman: إِنَّهُ ۥ لَيۡسَ لَهُ ۥ سُلۡطَـٰنٌ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَڪَّلُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.”
(QS. An-Nahl : 99)

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata: Allah menjauhkan kejelekan setan dari orang-orang beriman yang bertawakkal kepada-Nya. Hingga tidak tersisa sedikitpun jalan bagi setan. [5]

Nabi bersabda :
إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ قَالَ يُقَالُ حِينَئِذٍ هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفِيَ وَوُقِيَ
Apabila seseorang akan keluar dari rumahnya lalu dia mengucapkan:

“بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ” (Dengan menyebut nama, aku bertawakkal kepada Allah. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) maka dikatakan kepadanya saat itu : engkau telah mendapat petunjuk, engkau telah dilindungi dan engkau telah dicukupi. Setan-setan pun akan menjauhinya, dan setan yang lain akan berkata kepada temannya : bagaimana mungkin engkau bisa mengganggu orang itu sedangkan dia telah mendapat petunjuk, kecukupan dan perlindungan. (HSR. Tirmidzi)

3. Menggapai kecintaan Allah

Allah berfirman:
فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
(QS. Ali Imran : 159)

4. Memperoleh rizki dari Allah

Rasulullah bersabda:
لو أنكم توكلتم على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير تغدو خماصاً وتروح بطاناً

Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal maka Allah akan menganugerahkan kepada kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung. Dia terbang pagi hari dalam keadaan lapar dan sore hari datang dalam keadaan kenyang. (HSR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

5. Mencapai surga Allah

Allah berfirman:
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَنُبَوِّئَنَّهُم مِّنَ ٱلۡجَنَّةِ غُرَفً۬ا تَجۡرِى مِن تَحۡتِہَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيہَا‌ۚ نِعۡمَ أَجۡرُ ٱلۡعَـٰمِلِينَ (٥٨) ٱلَّذِينَ صَبَرُواْ وَعَلَىٰ رَبِّہِمۡ يَتَوَكَّلُونَ (٥٩)

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang Tinggi di dalam syurga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah Sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal, (yaitu) yang bersabar dan bertawakkal kepada Tuhannya.”
(QS. Al-Ankabut : 58-59)

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata: Tawakkalnya mereka mengharuskan mereka untuk sangat bergantung kepada Allah serta berbaik sangka kepada Allah untuk merealisasikan cita-cita mereka serta menyempurnakan usaha mereka. [6]

Rasulullah bersabda ketika mensifati orang-orang yang masuk surga tanpa hisab tanpa adzab: (yaitu) orang-orang yang tidak meminta untuk diruqyah, tidak menjalankan pengobatan dengan besi panas, tidak mengganggap sial sesuatu dan mereka bertawakkal kepada Allah. (HR. Bukhari dan Muslim)

Sungguh keutamaan dan pahala yang luas biasa bagi mereka yang selalu bergantung kepada Allah di kala suka maupun duka dan tidak bergantung kepada manusia. Apalagi Rasulullah pernah berwasiat:


إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ، وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا، وَأَجْمِعِ اليَأسَ مِمَّا فِي يَدَيِ النَّاسِ

Apabila engkau shalat maka shalatlah seolah-olah shalat perpisahan dan jangan mengucapkan ucapan yang esok hari engkau akan menyesalinya dan jangan bergantung kepada manusia. (HSR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr hafidzahullahu berkata:
فيها دعوةٌ إلى القناعة، وتعليق القلب بالله وحده، واليأس تمامًا ممَّا في أيدي النَّاس، قال: «وَأَجْمِعِ اليَأسَ مِمَّا فِي يَدَيِ النَّاس»؛ أي أجمِع قلبَك، واعزِم وصمِّم في فؤادك على اليأس من كلِّ شيءٍ في يد النَّاس؛ فلا تَرْجُه من جهتهم، وليكن رجاؤُك كلُّه بالله وحده ـ جلَّ وعلا ـ، وكما أنَّك بلسان مقالك لا تسأل إلَّا الله، ولا تطلب إلَّا من الله؛ فعليك كذلك بلسانِ حالك أن لا ترجو إلَّا الله، وأن تيأس من كلِّ أحدٍ إلَّا من الله، فتقطع الرَّجاءَ من كلِّ النَّاس، ويكون رجاؤك بالله وحدَه، والصَّلاة صلةٌ بينك وبين ربِّك؛ ففيها أكبرُ عونٍ لك على تحقيق هذا المطلب.
ومَن كان يائسًا ممَّا في أيدي النَّاس عاش حياتَه مهيبًا عزيزًا، ومَن كان قلبه معلَّقًا بما في أيدي النَّاس عاش حياته مهينًا ذليلًا، ومَن كان قلبه معلَّقًا بالله لا يرجو إلَّا الله، ولا يطلب حاجته إلَّا من الله، ولا يتوكَّل إلَّا على الله كفاه اللهُ عز وجل في دنياه وأخراه، والله جلَّ وعلا يقول: (أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ)[سورة الزمر : 36]، ويقول ـ جلَّ وعلا ـ: (وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ)[سورة الطلاق : 3]، والتَّوفيق بيد الله وحده لا شريك له.

Di dalam hadits di atas terdapat seruan untuk qana’ah dan menggantungkan hati hanya kepada Allah semata serta betul-betul tidak berharap kepada manusia. Makna “jangan berharap kepada manusia” kumpulkan hati dan tanamkan di dalamnya untuk berputus asa dari apa yang ada di tangan manusia. Jangan berharap dari mereka, namun gantungkan semua harapanmu kepada Allah semata. Sebagaimana engkau dengan lisanmu tidak meminta melainkan hanya kepada Allah, tidak memohon kecuali hanya kepada-Nya. Maka wajib bagimu untuk tidak berharap kecuali hanya kepada Allah dan engkau berputus asa dari semua (pertolongan) siapapun kecuali pertolongan Allah. Engkau hilangkan rasa berharap dari semua manusia hingga tidak tersisa kecuali harapan kepada Allah semata. Dan shalat merupakan bentuk ikatan antara dirimu dengan Allah semata. Shalat dapat membantu anda dalam meraih jalan tawakkal ini. Orang yang tidak berharap kepada manusia maka dia akan hidup terhormat dan berwibawa. Namun barangsiapa yang hidup selalu bergantung kepada manusia maka dia hidup dalam kehinaan dan kerendahan. Barangsiapa yang hatinya selalu bergantung kepada Allah, tidak berharap melainkan hanya kepada Allah, tidak membutuhkan kecuali pertolongan Allah, dia bertawakkal hanya kepada Allah maka Allah akan mencukupi kebutuhannya di dunia maupun di akhirat.

Allah berfirman:
أَلَيۡسَ ٱللَّهُ بِكَافٍ عَبۡدَهُ
“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya.” (QS. Az-Zumar : 36)

Allah juga berfirman:
وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُ

“Dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.”
(QS. Ath-Thalaq : 3)

Hanya Allah saja yang dapat memberikan taufik, tidak ada sekutu bagi-Nya. [7]

– Mengapa kita berharap kepada manusia sedangkan manusia itu sewaktu-waktu bisa mati?


كُلُّ نَفۡسٍ۬ ذَآٮِٕقَةُ ٱلۡمَوۡتِ‌ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَڪُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ‌ۖ فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَ‌ۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَـٰعُ ٱلۡغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
(QS. Ali Imran : 185)

Maka bertawakkallah dan berharaplah kepada Dzat Yang Maha Hidup yang tidak akan pernah mati. Allah berfirman:
وَتَوَڪَّلۡ عَلَى ٱلۡحَىِّ ٱلَّذِى لَا يَمُوتُ

“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati.”
(QS. Al-Furqon : 58)

وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرۡغَب
“Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Asy-Syarh : 8)

– Mengapa kita bergantung kepada manusia sedangkan manusia itu lemah tidak memiliki daya dan kekuatan?

Allah berfirman:
وَخُلِقَ ٱلۡإِنسَـٰنُ ضَعِيفً۬ا

“Dan manusia dijadikan bersifat lemah.”
(QS. An-Nisa’ : 28)

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلۡفُقَرَآءُ إِلَى ٱللَّهِۖ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلۡغَنِىُّ ٱلۡحَمِيدُ

“Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.”
(QS. Fathir : 15)

لا حول ولا قوة إلا بالله
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah

– Mengapa kita bersandar kepada manusia sedangkan manusia itu bisa berubah? Mungkin dulu cinta sekarang benci, dulu memuji sekarang membenci. Hal ini mengingatkan kita kepada kisah seorang sahabat Rasul yaitu Abdullah bin Salaam.

Sebelum masuk Islam, beliau dicintai dan ditokohkan oleh orang Yahudi. Namun ketika beliau masuk Islam maka orang-orang Yahudi langsung membenci dan mencaci makinya. Demikian juga di zaman ini, ketika ada orang yang mengamalkan sunnah Rasul terkadang terjadi perubahan drastis pada diri sebagian orang. Pujian jadi cacian, cinta jadi benci sebagaimana perangai orang yahudi. Na’udzu billahi min dzalik.

– Mengapa kita bergantung kepada manusia sedangkan ada manusia yang memiliki sifat seperti serigala berbulu domba alias bermuka dua alias mirip orang munafik? Di depan terllihat baik namun menikam dari belakang. Di depan kata-katanya indah dan manis namun dibelakang, dia menggunjing dan menfitnah. Di depan seolah dia membantu, namun di belakang dia musuh dalam selimut.

Allah berfirman:
وَإِذَا لَقُواْ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوۡاْ إِلَىٰ شَيَـٰطِينِهِمۡ قَالُوٓاْ إِنَّا مَعَكُمۡ إِنَّمَا نَحۡنُ مُسۡتَہۡزِءُونَ (١٤) ٱللَّهُ يَسۡتَہۡزِئُ بِہِمۡ وَيَمُدُّهُمۡ فِى طُغۡيَـٰنِهِمۡ يَعۡمَهُونَ (١٥)

“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah berolok-olok.” Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.”
(QS. Al Baqarah : 14-15)

Rasulullah bersabda:
وتجدون شر الناس ذا الوجهين الذي يأتي هؤلاء بوجه وهؤلاء بوجه

Dan engkau dapati manusia yang paling jahat adalah manusia bermuka dua. Dia mendatangi manusia dengan wajah ini dan mendatangi mereka dengan wajah yang lain lagi. (HR. Bukhari)

Beliau juga bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ وَجْهَانِ فِي الدُّنْيَا كَانَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِسَانَانِ مِنْ نَارٍ

Barangsiapa yang bermuka dua di dunia maka dia akan berlidah dua dari api di hari kiamat. (HSR. Abu Daud)

– Mengapa kita bergantung kepada manusia sedangkan mereka terkadang hanya berteman dikala suka dan lari dikala duka? Sebagian orang mendekat dikala ada kebutuhan tapi setelah selesai maka dia berkata: Selamat tinggal sobat. Sebagian orang bersahabat ketika seseorang itu memiliki banyak harta dan kedudukan. Tapi menjauh dikala harta dan kedudukan itu mulai menjauh. Ada gula ada semut, air susu dibalas air tuba, mungkin inilah peribahasa yang sesuai dengan mereka. Dan sungguh indah ungkapan seorang penyair arab:

إذا قل مالي فلا خل يصاحبني وفي الزيادة كل الناس خلاني
كم من عدو لأجل المال صادقني وكم من صديق لفقد المال عاداني

Apabila sedikit hartaku tidak ada yang berteman denganku

Namun ketika bertambah banyak hartaku semua orang berteman denganku

Berapa banyak musuh karena harta mau berteman denganku

Dan berapa banyak teman karena harta memusuhiku

Penyair yang lain berkata:
يا أخي أين عهد ذاك الإخاء……أين ما كان بيننا من صفاء ؟
أين مصداق شاهد كان يحكي….أنك المخلص الصحيح الإخاء
كشفت منك حاجتي هفوات…….غطيت برهة بحسن اللقاء
تركتني ولم أكن سئ الظن……أسئ الظنون بالأصدقاء
يا أخي ، هبك لم تهب لي من…..سعيك حظا كسائر البخلاء
أفلا كان منك رد جميل……..فيه للنفس راحة من عناء

Wahai saudaraku, dimanakah janji persaudaraan itu ? Dimanakah hubungan baik kita selama ini ?


Dimanakah bukti yang bisa jadi saksi yang mengkisahkan bahwa engkau adalah sahabat sejati ?

Setelah sekian lama, baru terungkap kejahatanmu yang tertutupi oleh senyum manismu disaat aku membutuhkanmu.

Engkau tinggalkan aku (dikala duka), dan dulu aku tidak pernah berburuk sangka kepada sahabat-sahabatku.

Wahai saudaraku, andaikata engkau tidak bisa memberiku (harta) sebagaimana orang-orang bakhil itu.

Apakah engkau tidak bisa berkata yang indah yang dapat menenangkan jiwaku?

Penyair yang lain berkata:
أعلمه الرماية كل يوم فلما اشتد ساعده رماني
وكم علمته نظم القوافي فلما صار ناشده هجاني

Aku mengajarinya memanah setiap hari
Ketika kuat dia memanahku
Berapa banyak aku mengajarinya bersyair
Ketika dia pandai bersyair dia mengejekku

Penyair lain berkata:
إذا أنت أكرمت الكريم ملكته وإذا أنت أكرمت اللئيم تمردا

Jika engkau memuliakan orang baik maka dia akan membalas budimu
Dan apabila engkau memuliakan orang jahat maka dia akan durhaka kepadamu

Maka cukuplah Allah sebagai tempat curahatan hati kita:
قَالَ إِنَّمَآ أَشۡكُواْ بَثِّى وَحُزۡنِىٓ إِلَى ٱللَّهِ وَأَعۡلَمُ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ

“Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya.”
(QS. Yusuf : 86)

وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرٍّ۬ فَلَا ڪَاشِفَ لَهُ ۥۤ إِلَّا هُوَ‌ۖ وَإِن يَمۡسَسۡكَ بِخَيۡرٍ۬ فَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬

“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, Maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”
(QS. Al-An’aam : 17)

قُلِ ٱللَّهُمَّ مَـٰلِكَ ٱلۡمُلۡكِ تُؤۡتِى ٱلۡمُلۡكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلۡمُلۡكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ‌ۖ بِيَدِكَ ٱلۡخَيۡرُ‌ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬

“Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(QS. Ali Imran : 26)

Rasul pernah berwasiat:
احفظ الله يحفظك احفظ الله تجده تجاهك إذا سألت فاسال الله وإذا استعنت فاستعن بالله واعلم أن الأمة لم اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك وان اجتمعوا على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك رفعت الأقلام وجفت الصحف

Jagalah (agama) Allah pasti Allah akan menjagamu. Jagalah (agama) Allah pasti Allah akan selalu menolongmu. Apabila engkau meminta maka mintalah kepada Allah. Jika engkau memohon pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya seluruh manusia berkumpul untuk memberikanmu kebaikan, mereka tidak dapat memberimu kebaikan melainkan yang telah Allah takdirkan untukmu. Dan seandainya mereka semua berkumpul untuk memadharatkan dirimu, mereka tidak akan dapat memadharatkan dirimu melainkan yang telah Allah takdirkan atasmu. Telah diangkat pena-pena takdir dan telah kering lembaran-lembaran takdir. (HSR. Tirmidzi)

——————–
[1] Tafsir Juz ‘Amma hal.353 oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-‘Utsaimin.

[2] Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam hal.409 oleh Ibnu Rajab.

[3] At-Ta’rifaat hal.74 oleh Al-Jurjaani.

[4] Tafsir Al-Karim Ar-Rahman hal.165 oleh Syaikh Abdurrahman As-Sa’di.

[5] Idem hal.521.

[6] Tafsir Al-Karim Ar-Rahman hal.745.
[7] Makalah “Tsalaatsah washayah nabawiyah ‘adzimah” oleh Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr. Lihat www.al-badr.net.

Sumber : https://web.facebook.com/abdurrahmanthoyyib/