Berusaha Tidak Tertinggal Takbiratul Ihram Shalat Berjamaah


Berusaha Tidak Tertinggal Takbiratul Ihram Shalat Berjamaah

sholat jamaahShalat berjamaah di masjid merupakan kewajiban bagi laki-laki menurut pendapat terkuat. Ada banyak dalil yang menunjukkan hal ini. Salah satunya kami sebutkan, yaitu saat-saat perang berkecamuk, tetap diperintahkan shalat berjamaah. Maka, apalagi suasana aman dan tentram, tentu lebih wajib lagi. Dan ini perintah langsung dari Allah dalam al-Quran.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat bersamamu) sujud (telah menyempurnakan  satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu.” (An-Nisa’ 102)

Ibnu Mundzir rahimahullah berkata, “pada perintah Allah untuk tetap menegakkan shalat jamaah ketika takut (perang) adalah dalil bahwa shalat berjamaah ketika kondisi aman lebih wajib lagi.”1 Lanjutkan membaca

Malam Nisfu Syaban, Catatan Amal Ditutup?


Malam Nisfu Syaban, Catatan Amal Ditutup?

Pertanyaan:

Assalammu’alaikum.

Sya'banApa keistimewaan bulan Sya’ban? Karena saya sering mendengar bahwa Allah menutup catatan perbuatan manusia dan menggantinya dengan catatan baru?

Terima kasih.

Wassalammualaikum warahmatullahi wa barakatu

Dari: Dian

Jawaban:

Wa’alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Pertama, kami tidak pernah menjumpai dalil maupun keterangan ulama bahwa buku catatan amal hamba ditutup di malam nisfu Sya’ban atau ketika bulan Sya’ban. Kami hanya menduga, barangkali anggapan semacam ini karena kesalah pahaman terhadap hadis, dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya,

يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ

“Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana anda berpuasa di bulan Sya’ban?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.’” (HR. An Nasa’i 2357, Ahmad 21753, Ibnu Abi Syaibah 9765 dan Syuaib Al-Arnauth menilai ‘Sanadnya hasan’).

Dalam hadis di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan, salah satu waktu, dimana amal para hamba dilaporkan adalah ketika bulan Sya’ban. Dan karenanya, beliau memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.

Kedua, Penting untuk dicatat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menentukan di tanggal berapa peristiwa pelaporan amal itu terjadi. Bahkan zahir hadis menunjukkan, itu terjadi selama satu bulan. Karena itulah, puasa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Sya’ban tidak pilih-pilih tanggal. Beliau juga tidak menganjurkan agar kita memilih pertengahan Sya’ban untuk puasa. Yang beliau lakukan, memperbanyak puasa selama Sya’ban.

Untuk itu, siapa yang beranggapan dianjurkan memperbanyak ibadah ketika pertengahan Sya’ban, dengan anggapan bahwa ketika itu terjadi pelaporan amal, maka dia harus mendatangkan dalil. Tanpa dalil, berarti dia menebak perkara ghaib. Dan tentu saja, pendapatnya wajib ditolak.

Kemudian, penting juga untuk kita perhatikan, hadis itu sedikitpun tidak menyebutkan adanya penutupan buku catatan amal. Beliau hanya menyampaikan ketika bulan Sya’ban terdapat pelaporan amal dan bukan penutupan catatan amal.

Ketiga, tidak ada istilah penutupan buku amal dalam islam. Karena kaum muslimin dituntut untuk selalu beramal dan beramal sampai ajal menjemputnya. Allah berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu Al-Yaqin.” (QS. Al-Hijr: 99)

Para ulama tafsir sepakat bahwa makna Al-Yaqin pada ayat di atas adalah kematian. Karena setiap manusia dituntut beramal dan beribadah selama akalnya masih berjalan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan agar kita selalu menjaga iman, dengan istiqamah beramal. Ada seorang sahabat yang meminta nasehat kepada beliau. Yang nasehat ini akan selalu dia jaga selama hidupnya. Nasehat yang beliau sampaikan sangat ringkas,

قلْ آمنتُ بالله ثم استقم

Katakan, Saya beriman kepada Allah, kemudian istiqmahlah.” (HR. Ahmad 15416 dan sanadnya shahih).

Dan yang namanya istiqamah, tentu saja tidak akan ada putusnya.

Al-Imam Ahmad pernah ditanya, ‘Kapan waktu untuk istirahat?’ beliau menjawab,

عند أول قدم نضعها في الجنة

“Ketika pertama kali kita menginjakkan kaki kita di surga.”

Sekali lagi tidak ada istilah istirahat beramal atau buku catatan amal ditutup sementara. Amal kita yang dihisab tidak hanya ketika nisfu Sya’ban, namun juga di bulan-bulan lainnya. Semoga Allah meringankan kita untuk terus istiqamah meniti jalan kebenaran. Amin..

Allahu a’lam

 

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com).

Malam Nisfu Syaban, Catatan Amal Ditutup?

Tentang Menarik Seseorang ke Shaf Belakang Bila Shaf Depan Penuh


Tentang Menarik Seseorang ke Shaf Belakang Bila Shaf Depan Penuh

Apabila salah seorang dari kalian sampai ke shaf yang telah penuh, maka hendaklah menarik seorang dari barisan itu dan menempatkannya disebelahnya. ”

Hadits ini Dhaif. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam al- Mu’jam al-Ausath (1/33) dengan sanad dari Hafsh bin Umar at-Rabbali, dari Bisyr bin Ibrahim, dari al-Hajjaj bin Hasan, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas radiyallahu anh’. Ath-Thabrani berkata, “Tidak diriwayatkan dari Ibnu Abbas kecuali dengan sanad ini, dan secara tunggal dikisahkan oleh Bisyr.”

Syeikh al-Albani mengatakan, setahu dia, Ibnu Adi mengatakan bahwa Bisyr adalah termasuk dalam deretan perawi pemalsu hadits. Ibnu Habban pun mengatakan hal serupa, bahkan lebih tegas, “Bisyr bin Ibrahim terbukti memalsukan riwayat/hadits.”
Hadits no. 921

Ibnu A’rabi  juga telah mengeluarkan hadits yang sangat dhaif yang bunyinya hampir sama, .

“Tidakkah kamu masuk dalam barisan (shaf), atau kamu menarik seorang untuk salat berdampingan denganmu, atau bila tidak hendaknya kamu salatmu.”

Dalam hadits ini dua perawinya Qais bin ar-Rabi’ itu lemah, sementara Ibnu Abdawihi lebih dhaif’ lagi.
Satu hal yang perlu disinggung, bahwa setelah kita ketahui kedhai’fan riwayat ini maka tidaklah dibenarkan kita menarik seorang dari shaf yang didepan untuk mendampingi kita dalam salat. Sebab bila hal ini di lakukan berarti sama saja membuat aturan sendiri, atau dalam istilah syari berarti mentasyri’kan suatu amalan tanpa berdasarkan nash yang shahih.

Maka wajib bagi orang yang mahu salat untuk bergabung dalam shaf yang ada, jika tidak memungkinkan hendaklah membuat shaf meskipun sendirian, dan dalam hal ini shalatnya dibenarkan atau shah secara syar’i. Wallahu a’alam.
Hadits no. 922

Dari Sisilah Hadits Dhai’f dan Maudu’ Jilid 2, Syeikh al-Albani

JABAT TANGAN TERLARANG


JABAT TANGAN TERLARANG

Oleh : Abu Zahra

 jabat tanganHari demi hari telah berlalu, bulan suci Ramadhan dengan berbagai amal ibadahnya, baik yang wajib maupun yang sunnah. Semoga semua itu diterima di sisi-Nya sebagai catatan yang baik nan memberatkan timbangan kebaikan kita, amien.

Kaum muslimin berbahagia di penghujung bulan suci ini dengan satu harapan, semoga Ramadhan yang akan pergi telah menghapuskan dosa-dosa mereka dan memberikan bekal catatan amal baik yang berlipat ganda. Akan tetapi setelah kita renungkan, sebetulnya kita lebih pantas untuk bersedih, karena dengan akan perginya bulan yang mulia ini berarti peluang untuk melebur dosa dan melipatgandakan pahala akan pergi jua. Dan tidak seorangpun bisa menjamin dirinya bisa bertemu lagi dengan bulan yang penuh berkah ini di tahun-tahun yang akan datang. Namun apa mau dikata, demikianlah kehidupan dunia berputar seiring dengan berputarnya roda zaman, tak seorangpun kuasa menolak serta merubahnya.

Semoga amal sholeh kita di bulan Ramadhan bisa melahirkan amal-amal sholeh yang lebih banyak lagi di bulan-bulan yang lain, amin. Kemudian hendaklah masing-masing dari kita bisa menjaga apa yang telah didapat di bulan suci ini, serta tidak mengotorinya dengan perbuatan-perbuatan maksiat, meskipun kelihatannya ringan. Salah satu perbuatan yang dapat dikategorikan termasuk perbuatan mengotori pahala bulan suci Ramadhan adalah jabat tangan antara pria dan wanita yang bukan mahramnya pada hari raya Idul Fitri.

Kebiasaan ini begitu mendarah daging pada masyarakat muslim Indonesia, mulai dari awamnya sampai yang dikatakan kyai, ustadz dan seterusnya. Maka dari itu kami haturkan kepada sidang pembaca yang budiman pembahasan ringan seputar hukum berjabat tangan antara pria dan wanita yang bukan mahramnya.

Sebagai pembukaan, perlu kiranya kita pahami secara ringkas terlebih dahulu, siapa sajakah mahram (orang yang tidak boleh dinikahi selamanya) tersebut. Berdasarkan sebabnya mereka dibagi menjadi tiga, antara lain : Lanjutkan membaca

Hukum Memegang Tongkat Saat Khutbah


Hukum Memegang Tongkat Saat Khutbah

khotib pegang tongkatPertanyaan :

في بعض المساجد أرى الإمام يمسك بالعصا أثناء خطبته ، فهل هذا من السنة ؟ بارك الله فيكم.

Pada sebagian masjid, saya melihat imam memegang tongkat ketika khutbah, apakah ini termasuk dianjurkan (sunnah) ? Semoga Allah memberi barakah kepada Anda

Jawaban :

الحمد لله, اختلف الفقهاء في حكم اتكاء الخطيب على العصا ونحوها من قوس أو سيف أثناء خطبة الجمعة على قولين :

Alhamdulillah, para fuqaha’ berbeda pendapat tentang hukum khatib yang bertumpu pada tongkat atau benda yang semisalnya, seperti  busur panah dan pedang saat khutbah jum’at. Pendapat mereka terbagi menjadi dua :

القول الأول : الندب والاستحباب ، وهو مذهب جمهور العلماء من المالكية والشافعية والحنابلة .

Pendapat pertama : dianjurkan dan disunnahkan. Ini adalah madzab mayoritas ulama’ dari kalangan ulama’ Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.

يقول الإمام مالك رحمه الله :” وذلك مما يستحب للأئمة أصحاب المنابر ، أن يخطبوا يوم الجمعة ومعهم العصي يتوكؤون عليها في قيامهم ، وهو الذي رَأَيْنا وسَمِعْنا ” انتهى.” المدونة الكبرى ” (1/151)، وهو المعتمد في كتب متأخري المالكية ، كما في ” جواهر الإكليل ” (1/97)، وفي ” حاشية الدسوقي ” (1/382).

Imam Malik rahimahullah berkata : “Diantara perkara yang dianjurkan untuk para imam yang naik mimbar adalah hendaknya berkhutbah pada hari jum’at dengan membawa tongkat yang mereka gunakan untuk bertumpu saat berdiri. Inilah yang kami lihat dan dengar.” Selesai “Al Mudawinah Al Kubraa” (1/151) Ini adalah kitab yang jadi pegangan ulama’ mutaakhiriin Malikiyah, sebagiman di “Jawaahirul Ikliil” (1/97) dan “Haasiyah Al Adswakhii” (1/382)

ويقول الإمام الشافعي رحمه الله :” أحب لكل من خطب – أيَّ خطبة كانت – أن يعتمد على شيء ” انتهى.” الأم ” (1/272)، وهو معتمد مذهب الشافعية أيضا ، كما في ” نهاية المحتاج ” (2/326)، ” حاشية قليوبي وعميرة ” (1/272) .

Imam Syafi’i rahimahullah berkata : “Saya suka jika setiap orang yang khutbah –khutbah apa saja- bertumpu pada sesuatu.” Selesai. “Al Umm” (1/272) Ia kitab yang jadi pegangan madzab Syafi’I, sebagimana di “Nihaayatul Muhtaaj” (2/326) dan “Haasiyah Khulyuubi wa ‘Umairaah”

ويقول البهوتي الحنبلي رحمه الله :” ويسن أن يعتمد على سيف أو قوس أو عصا بإحدى يديه ” انتهى .” كشاف القناع ” (2/36)، وانظر: ” الإنصاف ” (2/397)

Al Buhuuti Al Hanbali rahimahullah berkata : “Dianjurkan memegang pedang, busur panah atau tongkat dengan salah satu tangannya.” Selesai. “Kasyaaful Qanaa’” (2/36) dan lihat “Al Inshaaf” (2/397). Lanjutkan membaca

Hukum Shalat Menggunakan Masker


Hukum Shalat Menggunakan Masker

Hukum Shalat Memakai Masker

maskerBolehkah shalat dengan memakai masker? Mengingat sekarang lagi musim debu, krn gunung kelud meletus. Mohon penjelasannya.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Para ulama sepakat bahwa menutup mulut dalam shalat hukumnya makruh. Baik bagi laki-laki maupun wanita. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 52652).

Dihukumi makruh, mengingat adanya larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ فِي الصَّلَاةِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang menutup mulutnya ketika shalat. (HR. Abu Daud 643, Ibnu Majah 966, Ibnu Hibban 2353, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Tindakan menutup mulut atau hidung disebut dengan istilah talatsum [arab: التلثم].

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Nafi, Lanjutkan membaca

DALIL-DALIL DAN HUKUM MENCUKUR JENGGOT/LIHYAH BAGI LAKI-LAKI


DALIL-DALIL DAN HUKUM MENCUKUR JENGGOT/LIHYAH BAGI LAKI-LAKI

jenggot, jangan kau potong wahai ikhwanAntara hadits-hadits sahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam yang menunjukkan wajibnya memelihara jenggot dan jambang kemudian mewajibkan orang-orang lelaki beriman supaya memotong atau menipiskan kumis mereka serta pengharaman dari mencukur atau memotong jenggot mereka ialah: “Abdullah bin Umar berkata : Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam : Janganlah kamu menyerupai orang-orang Musyrikin, peliharalah jenggot kamu dan tipiskanlah kumis kamu”. HR al Bukhari, Muslim dan al Baihaqi.

“Dari Abi Imamah : Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam : Potonglah kumis kamu dan peliharalah jenggot kamu, tinggalkan (jangan meniru) Ahl al-Kitab”. Hadits sahih, HR Ahmad dan at Tabrani.

“Dari Aisyah berkata : Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam : Sepuluh perkara dari fitrah (dari sunnah nabi-nabi) diantaranya ialah mencukur kumis dan memelihara jenggot”. HR Ahmad, Muslim, Abu Daud, at Tirmidzi, an Nasaii dan Ibn Majah.

Bagi individu yang menjiwai hadits di atas pasti mampu memahami bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam melarang setiap mukmin dari meniru atau menyerupai tatacara orang-orang kafir sama ada dari golongan Yahudi, Nasrani, Majusi atau munafik. Antara penyerupaan yang dilarang oleh Rasulullah ialah berupa pengharaman ke atas setiap orang lelaki yang beriman dari mencukur jenggot dan jambang mereka. Kemudian Rasulullah melarang pula dari memelihara kumis karena dengan memelihara kumis kemudian mencukur jenggot telah menyerupai perbuatan semua golongan orang-orang kafir. Antara motif utama dari larangan Rasulullah itu ialah agar orang-orang yang beriman dapat memelihara sunnah supaya tidak mudah pupus disamping mengharamkan setiap orang yang beriman dari meniru tata-etika, amalan dan tata-cara orang-orang kafir atau jahiliah.

Larangan yang berupa penegasan dari syara ini telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam melalui hadits-hadits Rasulullah. Terlalu sukar untuk ditolak atau dinafikan tentang pengharaman mencukur jenggot ini karena terlalu banyak hadits-hadits sahih yang telah membuktikannya dengan terang tentang pengharaman tersebut. Lanjutkan membaca

HUKUM “RAMBUT PENDEK” DAN BERJAMBUL BAGI WANITA : Apa hukumnya jambul yang digunakan oleh sebagian wanita? Yaitu jambul rambut dari atas dahi yang dipintal beberapa helai kemudian dibiarkan terulur ke depan?


HUKUM “RAMBUT PENDEK” DAN BERJAMBUL BAGI WANITA : Apa hukumnya jambul yang digunakan oleh sebagian wanita? Yaitu jambul rambut dari atas dahi yang dipintal beberapa helai kemudian dibiarkan terulur ke depan?

 

Hukum Jambul dan Memendekkan Rambut bagi Wanita

 

 Pertanyaan : Apa hukumnya jambul yang digunakan oleh sebagian wanita? Yaitu jambul rambut dari atas dahi yang dipintal beberapa helai kemudian dibiarkan terulur ke depan?

Jawaban:

Alhamdulillah, jika tujuan memakai jambul seperti itu untuk menyerupai wanita-wanita kafir dan sesat maka hukumnya jelas haram. Sebab tasyabbuh (meniru-niru) non muslim hukumnya haram. Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam :

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”

Adapun jika tujuannya bukan untuk menyerupai mereka, namun hanya sebatas model yang sedang populer di kalangan wanita, maka menurut kami hal itu boleh, selama hal itu tergolong perhiasan yang dipakai untuk berhias diri di hadapan suami dan dapat menaikkan kedudukannya bila dipakai di hadapan teman-teman sebayanya. (Fatawa Lajnah Daimah V/181)

****

Pertanyaan : Apa hukumnya wanita yang memendekkan rambutnya karena darurat, misalnya kaum wanita di kerajaan Inggris beranggapan bahwa mencuci rambut panjang adalah suatu hal yang sulit bagi mereka khususnya pada musim dingin, oleh karena itu mereka memendekkan rambut mereka.

Jawab:

Alhamdulillah, mereka dibolehkan memendekkan rambut sesuai kebutuhan jika kondisinya seperti yang diceritakan di atas tadi. Adapun jika mereka memotongnya dengan motif meniru wanita-wanita kafir tentu saja tidak dibolehkan. Berdasarkan hadits Nabi yang berbunyi:

“Barangsiapa menyerupai satu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”
(Fatawa Lajnah Daimah V/182)

Pertanyaan: Isteriku mengeluh rambutnya banyak yang rontok dan telah dikatakan kepadanya untuk memendekkannya, hal ini akan mengurangi yang rontok (dari rambut). Apakah hal ini diperbolehkan?

Jawaban :

Jika keadaannya seperti disebutkan, maka diperbolehkan (untuk memotong rambut menjadi pendek) karena hal ini akan mencegah kemudharatan lebih lanjut. Dan disisi Allah-lah seluruh kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita shalallahu `alaihi wasallam dan keluarganya dan sahabatnya.

Komite Tetap untuk Riset Islam Dan Fatawa Saudi Arabia
Ketua : Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ibn Abdullah Ibn Baz
Wakil : Syaikh ‘Abdur-Razaq ‘Afifi
Anggota : Syaikh ‘Abdullah Ibn Ghudayyan
Anggota : Syaikh ‘Abdullah Ibn Qu’ud

[Fataawa al-Lajnah ad-Daimah lil- Buhuts al-’Ilmiyyah Wal-Iftaa Saudi Arabia,- Jilid 5, Halaman 182, Pertanyaan nomor 1 dari fatwa No. 6259; Fatawa wa Ahkaam fi Sya’r an-Nisaa- Pertanyaan 28, Halaman 33]

(Diterjemahkan dari http://www.fatwa-online.com/fataawa/womensissues/beautification/bea001/0020622.htm)

sumber: http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=816

Dinukil dari  : http://kaahil.wordpress.com/2013/08/28/hukum-rambut-pendek-dan-berjambul-bagi-wanita-apa-hukumnya-jambul-yang-digunakan-oleh-sebagian-wanita-yaitu-jambul-rambut-dari-atas-dahi-yang-dipintal-beberapa-helai-kemudian-dibiarkan-terulur/

Dzulhijjah, Bulan Mulia Penuh Ibadah


Dzulhijjah, Bulan Mulia Penuh Ibadah

Penjelasan Ringkas tentang 10 Hari Pertama Dzulhijjah, Qur’ban, dan Hari Raya ‘Idul ‘Adh-ha

Penulis : Fadhilatusy Syaikh Al ‘Allamah Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin -rahimahullahu ta’ala-

حمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على سيد المرسلين .. وبعد :

Sesungguhnya di antara keutamaan dan karunia yang Allah berikan kepada makhluk-Nya adalah dijadikannya musim (masa-masa tertentu) bagi hamba-hamba-Nya yang shalih untuk memperbanyak amal shalih di dalamnya. Di antara musim (masa-masa) tersebut adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

 

Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

1.       Allah Ta’ala berfirman:

وَالفَجرِ وَلَيَالٍ عَشرٍ.

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (Al-Fajr: 1-2)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu Az-Zubair, Mujahid, dan yang lainnya. Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari.”

2.       Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر. قالوا: ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجلٌ خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء.

“Tidak ada hari-hari di mana amalan shalih yang dikerjakan di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari ini. Para shahabat bertanya: Termasuk pula jihad fi sabilillah? Beliau bersabda: Ya, termasuk pula jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya dan tidak kembali darinya sedikit pun.” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, At-Tirmidzi. Lafazh ini adalah lafazh Abu Dawud) Lanjutkan membaca

Bacaan Qur’an-mu jangan Mengganggu Orang Lain


Bacaan Qur’an-mu jangan Mengganggu Orang Lain

oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah –hafizhahullah-

mixIni adalah sebuah fenomena yang sering terjadi di sebagian masjid-masjid, adanya sebagian pengurus masjid yang memutar kaset ngaji alias kaset murottal atau sholawatan, sehingga mengganggu orang lain yang sedang sholat atau membaca Al-Qur’an atau orang yang sedang berdzikir. Ada lagi di sebagian tempat yang membaca Al-Qur’an melalui lisannya dengan suara keras, sedang orang-orang yang ada di sampingnya dari kalangan orang-orang yang sedang sholat, berdzikir, atau majelis taklim yang sedang berlangsung. Mereka semua merasa terganggu. sementara yang membaca Al-Qur’an dengan suara keras tadi santai saja dan tak merasa bersalah dengan sikapnya itu.

Para pembaca yang budiman, fenomena yang seperti ini amat perlu kita kaji hukumnya agar kita semua tahu. Karenanya, kali ini kami turunkan materi dan artikel ringkas berupa fatwa dari sebagian ulama kita.

Seorang penanya pernah berkata kepada Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah-,

ما حكم قراءة القرآن في المسجد بصوت مرتفع مما يسبب التشويش على المصلين؟

“Apa hukum membaca Al-Qur’an di masjid dengan suara yang tinggi sehingga menyebabkan gangguan bagi orang-orang yang sedang sholat?”

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- menjawab, Lanjutkan membaca