MENOLONG NEGERI YAMAN TERCINTA


MENOLONG NEGERI YAMAN TERCINTA

Khutbah Jum’at Mesjid Nabawi 14/6/1436 H- 3/4/2015 M
Oleh : Asy-Syaikh Ali Al-Hudzaifi hafizohulloh
Khutbah Pertama :

Segala puji bagi Allah penguasa bumi dan langit, Ia memuliakan yang Ia kehendaki dan merendahkan yang Ia kehendaki, Ia memutuskan hukum dan tidak ada yang menolak hukumNya, apa yang Allah kehendaki maka terjadi, dan apa yang tidak Allah kehendaki maka tidak akan terjadi. Ia menguji dengan kesenangan agar besar pahala orang-orang yang bersyukur, dan Ia menguji dengan kesulitan agar besar pahala orang-orang yang bersabar.

Aku memuji Robku dan aku bersyukur kepadaNya atas berkesenambungnya pemberian yang terbaik, dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata tidak ada sekutu bagiNya, Pemilik keagungan dan kesombongan, bagiNya nama-nama terindah dan sifat-sifat yang mulia. Dan aku bersaksi bahwasanya Nabi kita dan pemimpin kita Muhammad adalah hambaNya dan rasulNya. Allah telah mengutusnya dengan sinar dan cahaya, ya Allah anugrahkan sholawat dan salam serta keberkahan kepada hambaMu dan rasulMu Muhammad, dan kepada keluarganya serta para sahabatnya yang baik dan bertakwa.

Amma ba’du :Bertakwalah kepada Allah dengan tulus tatkala beribadah kepadaNya, tatkala mermuamalah dengan para hamba ciptaanNya dengan yang diridoiNya dalam syari’atNya maka kalian termasuk orang-orang yang beruntung dan selamat dari jalan orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat. Lanjutkan membaca

Pelajaran Dari Umat Terdahulu (2)


Pelajaran Dari Umat Terdahulu (2)

Oleh Ustadz Kholid Syamhudi Lc

perjalanKEHANCURAN UMAT NABI LUTH

Nabi Luth pergi meninggalkan tempat tinggal pamannya, yaitu Nabi Ibrahim, dan kemudian tinggal di kota Sadum (Sodom) di Palestina. Penduduk kota ini adalah penganut paganisme dan melakukan kemungkaran yang belum pernah dilakukan satu umat pun sebelum mereka.

Kemungkaran apa yang mereka lakukan? Yaitu mereka melakukan hubungan seksual sejenis (homo seksual). Nabi Luth telah mendakwahi mereka untuk beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan kemungkaran tersebut, namun mereka manolaknya.

Ketika Allah ingin menghancurkan mereka, maka Allah mengutus para malaikatnya dalam bentuk pemuda yang bertamu kepada Nabi Luth. Dan beliau pun merasa sempit, sebab kaumnya tidak akan membiarkan para tamunya begitu saja. Terjadilah perdebatan antara beliau dengan kaumnya yang Allah abadikan dalam firman-Nya :

وَلَمَّا جَاءَتْ رُسُلُنَا لُوطًا سِيءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعًا وَقَالَ هَٰذَا يَوْمٌ عَصِيبٌ

“Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata : “Ini adalah hari yang amat sulit”.

وَجَاءَهُ قَوْمُهُ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ وَمِنْ قَبْلُ كَانُوا يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ ۚ قَالَ يَا قَوْمِ هَٰؤُلَاءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَلَا تُخْزُونِ فِي ضَيْفِي ۖ أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ

Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata: “Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal”

قَالُوا لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِي بَنَاتِكَ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيدُ

Mereka menjawab: “Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki”.

قَالَ لَوْ أَنَّ لِي بِكُمْ قُوَّةً أَوْ آوِي إِلَىٰ رُكْنٍ شَدِيدٍ

Luth berkata: “Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)”.

قَالُوا يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَنْ يَصِلُوا إِلَيْكَ ۖ فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِنَ اللَّيْلِ وَلَا يَلْتَفِتْ مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا امْرَأَتَكَ ۖ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ ۚ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ ۚ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ

Para utusan (malaikat) berkata :”Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Rabbmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa adzab yang menimpa mereka, karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah di waktu Subuh; bukankah Subuh itu sudah dekat” [Hud/11:77-81] Lanjutkan membaca

Pelajaran Dari Umat Terdahulu (1)


Pelajaran Dari Umat Terdahulu (1)

Oleh Ustadz Kholid Syamhudi Lc

perjalanAllah Subhanahu wa Ta’ala tidak merubah keadaan suatu kaum yang berada dalam kenikmatan dan kesejahteraan, sehingga mereka merubahnya sendiri. Juga tidak merubah suatu kaum yang hina dan rendah, kecuali mereka merubah keadaan mereka sendiri. Yaitu dengan menjalankan sebab-sebab yang dapat mengantarnya kepada kemulian dan kejayaan. Inilah yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [Ar-Ra’d/13:11].

Dalam ayat yang mulia ini terkandung penjelasan, bahwasanya semua perkara di seluruh dunia ini terjadi dengan taqdir dan perintah-Nya. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan sunnah- sunnah kauniyah dan syari’at dalam merubah nasib suatu kaum. Sehingga umat yang menjalankan sunnah-sunnah kauniyah dan syari’at untuk kejayaan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala merubahnya menjadi jaya. Demikian juga sebaliknya, apabila mereka menjalankan sunnah-sunnah Allah untuk kerendahan dan kehinaan, maka Allah menjadikan mereka hina dan rendah. Hal ini telah terjadi pada umat-umat terdahulu, yang semestinya menjadi pelajaran bagi umat manusia pada zaman sesudahnya.

KEHANCURAN UMAT NABI NUH
Manusia hidup beberapa kurun setelah Adam. Mereka bersatu dan berjalan di atas petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, hingga kemudian terjadi penyimpangan di kalangan mereka. Yaitu mereka melakukan penyembahan kepada patung orang-orang shalih yang bernama Wadd, Suwa`, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr. Maka diutuslah seorang nabi ke tengah mereka, yang dikenal dengan kejujuran, sifat amanah dan kemuliaan akhlaknya. Yakni Allah mengutus Nabi Nuh Alaihissalam, untuk mengajak kaumnya agar beribadah hanya kepada Allah. Allah berfirman :

إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴿١﴾قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ﴿٢﴾أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ وَأَطِيعُونِ﴿٣﴾يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرْكُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ إِنَّ أَجَلَ اللَّهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ ۖ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya adzab yang pedih”. Nuh berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepadamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui”. [Nuh/71:1-4] Lanjutkan membaca

Salafus Shalih Dan Kesungguhan Beribadah


Salafus Shalih Dan Kesungguhan Beribadah

perjalanDari ‘Ashim al-Ahwal, dari Abu Utsman an-Nahdy, ia berkata: Aku melihat Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhubergerak di atas tunggangannya dan ia menghadap arah terbit matahari. Aku mengira ia sedang tidur, lalu aku mendekatinya dan bertanya: ‘Apakah engkau sedang tidur wahai Abu Dzarr? Ia menjawab: ‘Tidak, akan tetapi tadi aku sedang shalat?[1]

Dikatakan kepada Ahnaf rahimahullah: ‘Sesungguhnya engkau sudah tua sedangkan puasa melemahkan kondisi fisikmu.’ Ia menjawab: ‘Sesungguhnya saya sedang menyiapkannya untuk perjalanan panjang.’ Dikatakan: Shalat yang dilaksanakan Ahnaf rahimahullah umumnya adalah di malam hari dan ia meletakkan jarinya di lampu, kemudian ia berkata: ‘Hass’[2] dan ia berkata (kepada dirinya sendiri): ‘Wahai Ahnaf, apakah yang mendorong engkau melakukan ini di hari ini.’[3]

Dari Sa’id al-Jurairy, dari Abul ‘Ala`, dari seorang laki laki, ia berkata: ‘Aku mendatangi Tamim ad-Daryradhiyallahu ‘anhu lalu ia menceritakan kepada kami. Aku berkata: ‘Berapa juz engkau (dalam membaca al-Qur`an)? Ia berkata: ‘Barangkali engkau termasuk orang yang membaca al-Qur`an, kemudian di pagi harinya ia berkata: Aku telah membaca al-Qur`an di malam hari.’ Demi Allah yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh aku melaksanakan shalat sunnah tiga rekaat lebih kusukai dari pada membaca al-Qur`an di malam hari, kemudian di pagi harinya aku menceritakannya.’ Maka tatkala ia membuat aku marah, aku berkata: ‘Demi Allah, sesungguhnya engkau wahai para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang tersisa darimu lebih baik diam, maka kalian tidak perlu mengajar dan tidak perlu bersikap kasar kepada orang yang bertanya kepadamu.’

Maka tatkala ia melihatku marah ia bersikap lembut dan berkata: ‘Maukah engkau kuceritakan wahai anak saudaraku? Bagaimana pendapatmu jika aku seorang mukmin yang kuat dan engkau seorang mukmin yang lemah, maka kekuatanku menekan  kelemahanmu, maka engkau tidak mampu melawanku. Atau bagaimana pendapatmu jika engkau seorang mukmin yang kuat dan aku seorang mukmin yang lemah, ketika aku membawa kekuatanmu menekan kelemahanku, maka aku tidak mampu melawanmu. Akan tetapi ambillah dari dirimu untuk agamamu dan dari agamamu untuk dirimu, sehingga perkara menjadi lurus untukmu terhadap ibadah yang engkau mampu melakukannya.’[4] Lanjutkan membaca

Perjuangan dan Semangat Para Ulama dalam Mencari Ilmu (Sekilas Catatan Penyemangat Hati)


Perjuangan dan Semangat Para Ulama dalam Mencari Ilmu (Sekilas Catatan Penyemangat Hati)

semangatمن خرج في طلب العلم فهو في سبيل الله حتى يرجع

“Barangsiapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka dia di jalan Allah sampai dia kembali.” (HR. At-Tirmidzi)

Sesungguhnya mendapatkan ilmu itu harus dengan didatangi. Jika ingin mendapatkan sesuatu yang berharga tentu kita akan rela mengeluarkan banyak harta untuk mendapatkannya. Apalagi untuk mendapatkan ilmu, para ulama rela berkorban jiwa raga dan harta bahkan meninggalkan sanak saudara selama berpuluh-puluh tahun untuk mendapatkan ilmu, warisan nabi.

Berkata Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullaah,

باب من العلم يتعلمه الرجل خير له من الدنيا وما فيها

Satu bab dari ilmu yang dipelajari oleh seseorang itu lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.” [1]

Al-Imam Al-Hakim memberikan gambaran tentang orang yang menempuh jalan untuk mencari ilmu,

آثروا قطع المفاوز والقفاز على التنعم في الدمن والأوطان، وتنعموا بالبؤس في الأسفار مع مساكنة أهل العلم والأخبار، جعلوا المساجد بيوتهم، وجعلوا غذاءهم الكتابة، وسمرهم المعارضة، استرواحهم المذاكرة، وخلوقهم المداد، ونومهم السهاد، وتوسدهم الحصى

“Mereka lebih memilih untuk menempuh padang gurun dan tanah kosong daripada bersenang-senang di tempat tinggal dan negeri mereka. Mereka merasakan kenikmatan dalam kesengsaraan di dalam perjalanan bersama dengan ahli ilmu dan riwayat. Mereka jadikan masjid-masjid sebagai rumah mereka. Mereka jadikan menulis sebagai makanan kesehariannya. Mencocokkan tulisan sebagai percakapan di waktu malam. Mengulang pelajaran sebagai istirahat mereka. Tinta sebagai parfum mereka. Begadang sebagai tidur mereka. Dan kerikil sebagai bantal mereka.” [2] Lanjutkan membaca

Meneladani Semangat Para Ulama dalam Menuntut Ilmu


Meneladani Semangat Para Ulama dalam Menuntut Ilmu

semangatSudah berapa juz Al Qur’an yang anda hafal?

Sudah berapa hadits yang anda hafal?

Berapa bab fiqih yang sudah anda kuasai?

Berapa kitab para ulama yang sudah khatam anda pelajari?

Sudah sejauh apa kita memahami agama kita ini..?

Semoga Allah menolong kita agar kita tidak termasuk orang-orang yang berpangku tangan, bermalas-malasan dan lalai dari mempelajari ilmu agama. Semoga juga kita bukan orang-orang yang belajar agama ala kadarnya dan seadanya, padahal ilmu agama ini begitu penting lebih penting dari makan dan minum. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Manusia lebih membutuhkan ilmu agama daripada roti dan air minum. Karena manusia butuh kepada ilmu agama setiap waktu, sedangkan mereka membutuhkan roti dan air hanya sekali atau dua kali dalam sehari” (Thabaqat Al Hanabilah, 1/390)

Kita perlu bercermin kepada para ulama salaf, yang telah memberi contoh terbaik dan teladan yang agung tentang bagaimana bersemangat dalam menuntut ilmu agama, meraihnya serta rindu kepadanya. Marilah wahai saudaraku tercinta, kita simak bagaimana mereka menuntut ilmu dan renungkanlah dimana kita dibanding mereka?

Semangat Mendatangi Majelis Ilmu Lanjutkan membaca

TANGGAPAN SYAIKH ‘ALI AL-HALABÎ TERHADAP BERITA PERTEMUAN BELIAU DENGAN SYAIKH YAHY AL-HAJÛRÎ


TANGGAPAN SYAIKH ‘ALI AL-HALABÎ TERHADAP BERITA PERTEMUAN BELIAU DENGAN SYAIKH YAHYÂ AL-HAJÛRÎ

pertemuanSaudara-saudaraku yang mulia, Semenjak saya safar (umroh), saya belum (sempat) masuk ke forum ini (Kullus Salafiyîn). Tiba-tiba saya dikejutkan dengan sambutan yang luar biasa mengenai pertemuan saya dengan al-Akh asy-Syaikh Yahyâ al-Hajûrî semoga Allôh memberinya taufiq.

Saya memiliki beberapa catatan (klrifikasi) tentang hal ini :

PERTAMA, pertemuan ini berlangsung sangat singkat dan spontan tanpa diatur terlebih dahulu. Namun ini pertemuan yang baik alhamdulillâh.

KEDUA, Sebagian ikhwan yang terpercaya menginformasikan kepadaku bahwa Syaikh Yahyâ walau sedemikian kerasnya beliau ketika membantahku, namun beliau tidak turut serta ikut-ikutan orang yang menvonis bid’ah terhadapku.

KETIGA, saya pribadi belum pernah menulis satupun yang membantah atau mengkritisi Syaikh Yahyâ.

KEEMPAT, ketika Dammaj dilanda bencana, saya senantiasa berdoa di dalam sujudku yang kutujukan khusus bagi saudara-saudaraku di sana. Saya juga sering baik di acara pertemuan di TV, atau di sejumlah makalahku dan syair-syairku, (menyeru) untuk menolong saudara-saudara kita salafîyîn di Dammaj. Lanjutkan membaca

Peristiwa-Peristiwa Penting Menjelang Keruntuhan Khilafah Bani Abbâsiyah


Peristiwa-Peristiwa Penting Menjelang Keruntuhan Khilafah Bani Abbâsiyah

Oleh Ustadz Abu Ihsan al-Atsary

khilafah  Bani AbbâsiyahBani Abbâsiyah atau kekhalifahan Abbâsiyah adalah kekhalifahan Islam kedua yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat ilmu pengetahuan. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbâsiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang termuda, yaitu Abbâs bin Abdul Muththalib (566 H – 652 H). Oleh karena itu mereka juga termasuk Bani Hâsyim. Kekhilafahan ini berkuasa mulai tahun 750 M dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan sebutan Mamlûk. Selama 150 tahun berkuasa, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amîr atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Marocco dan Africa kepada Aghlabid dan Fathimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 M disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.

Bani Abbâsiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 M kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya bangsa Turki (kemudian diikuti oleh Mamlûk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.

Khilafah Abbâsiyah merupakan kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullâh bin al-Abbâs rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbâsiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s/d. 656 H (1258 M).

Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, ahli sejarah membagi masa pemerintahan Daulah Abbâsiyah menjadi lima periode : Lanjutkan membaca

Cerita Gunung


Cerita Gunung

gunungJika kita mau memikirkan hikmah penciptaan gunung yang sangat menakjubkan, maka kita akan memuji dan membesarkan Pencipta gunung, yaitu Allah –Tabaraka wa ta’ala-. Perhatikanlah bentuknya yang sangat menakjubkan sungguh sangat sesuai dengan fungsinya. Sekiranya gunung dibuat bulat seperti bola atau bentuknya terjal seperti tembok, tentu susah untuk didaki dan sulit untuk mengambil manfaat darinya. Bahkan akan menghalangi sinar matahari dan udara untuk sampai kepada manusia. Jika gunung itu dibentangkan di atas seluruh permukaan bumi, tentu ia akan membuat sempit lahan pertanian dan tempat tinggal manusia, serta tanah datar akan tertutupi.

 

Disamping itu, gunung berfungsi seperti benteng dan tempat berlindung dari terpaan angin kencang dan serangan air banjir. Jika angin kencang menerjang, maka gunung akan menghalau  hembusannya dan menghambat kecepatannya sehingga tidak menghancurkan sesuatu yang ada di lembah. Ketika air banjir datang, maka gunung akan menghalaunya dan memalingkannya ke kanan dan kirinya. Sekiranya gunung tidak ada, tentu air banjir akan menghancurkan apa saja yang berada di jalur  yang dilaluinya.Jadi, bentuk yang paling ideal, paling layak dan paling sesuai dengan manfaatnya adalah bentuk yang telah diciptakan Allah-Azza Wa Jalla-.

Allah –Subhana Wa Ta’ala- telah mengajak kita agar memperhatikan dan merenungi kaifiyat penciptaan gunung. Allah – Subhana Wa Ta’ala – berfirman,

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) [الغاشية/17-19]

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?”(QS. Al-Ghosiyah: 17-19)

Allah pancangkan gunung-gunung demi kemaslahatan yang besar  bagi manusia. Jika gunung-gunung tidak ada, maka bumi akan berguncang terus-menerus sehingga tidak ada kehidupan lagi di atas muka bumi ini. Allah – berfirman,

وَجَعَلْنَا فِي الأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ  [الأنبياء/31]

“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk”.(QS. Al-Anbiyaa’ : 31) Lanjutkan membaca

Masjidul Bait (Masjid Di Dalam Rumah) Urgensi & Fungsinya


Masjidul Bait (Masjid Di Dalam Rumah) Urgensi & Fungsinya

Ustadz Abu Minhal

Rumah, merupakan salah satu nikmat besar dari Allah Ta’ala bagi setiap Muslim. Allah Ta’ala telah mengingatkan besarnya nikmat ini dan fungsi pentingnya bagi para penghuninya. Jiwa-jiwa dan hati mereka akan merasa tenang ketika sudah berada di dalamnya. Rumah akan menjadi tempat melepas lelah, menutup aurat dan menjadi tempat menjalankan berbagai aktifitas yang bermanfaat, untuk dunia maupun akhirat.

Allah Ta’ala mengingatkan besarnya nikmat rumah bagi manusia dengan berfirman :

Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal (QS. an-Nahl / 16:80)

Termasuk pertanda bersyukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat rumah tempat naungan ini, hendaknya Allah Ta’aladitaati di dalamnya dengan menjadikannya sebagai tempat ibadah, dzikir, sholat-sholat sunnah dan ibadah-ibadah lainnya. Bukan sebaliknya, malah menjadi pusat maksiat kepad Allah Ta’ala, dipenuhi berbagai perangkat yang melalaikan orang dari beribadah kepada-Nya.

Di antara faktor yang mendukung keluarga untuk beribadah, dibuat tempat khusus untuk beribadah bagi seluruh penghuni rumah, sebagai tempat berdzikir dan tempat mengerjakan sholat-sholat sunnat. Satu tempat yang mereka gunakan untuk menikmati bermunajat dengan Rabb mereka, Allah Dzul jalali wal ikram.

MEMBUAT MASJID DI DALAM RUMAH, MUSTAHAB

Yang dimaksud dengan masjidul bait seperti tertera dalam judul tulisan ini berdasarkan penjelasan Ulama yaitu tempat atau ruangan yang dikhususkan dan peruntukkan oleh pemilik rumah sebagai tempat mengerjakan sholat-sholat sunnah dan ibadah-ibadah nafilah lainnya.[1]

Bagaimanakah sebenarnya hukum membuat masjidul bait dalam rumah bagi seorang Muslim?. Membuat tempat khusus di dalam rumah sebagai tempat menjalankan sholat sunnat dan mengerjakan amalan-amalan ibadah lainnya mustahab (dianjurkan). Para Ulama telah membicarakan pembahasan ini dalam kitab-kitab fikih dan hadits karya mereka.

Dari Ummu Humaid radhiyallahu ‘anha, istri Abu Humaid al-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia mendatangi Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, aku sangat suka sholat (berjamaah) bersamamu”. Beliau berkata, “Aku sudah tahu engkau menyukai sholat bersamaku, (akan tetapi) shalatmu di masjid rumahmu (tempat paling dalam-red) lebih baik daripada sholatmu di kamar, sholatmu di kamarmu lebih baik daripada sholatmu di dalam rumahmu, sholatmu di rumahmu lebih baik daripada sholatmu di masjid kaummu, sholatmu di masjid kaummu lebih baik daripada sholatmu di masjidku (masjid Nabawi)”. Selanjutnya Ummu Humaid meminta dibuatkan masjid (tempat sholat) di tempat paling ujung dalam rumahnya dan yang paling gelap. Ia mengerjakan sholat di situ sampai menjumpai Allah (ajal datang).[2] Lanjutkan membaca