Syubhat-syubhat Seputar Demonstrasi


Bissmillahirrahmaanirrahiem…

Adalah musibah besar ketika umat kehilangan ulama-ulama robbani-nya. Musibah ini mengakibatkan sejumlah mafsadat nyata. Yang paling besar di antaranya ialah: makin beraninya ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu dalam mendakwahkan bid’ah dan kesesatan mereka. Imam Al Aajurry mengatakan dalam kitab “Akhlaqul Ulama”: “ Para ulama ibarat pelita manusia, penerangan negara, dan tonggak kejayaan umat. Mereka ibarat sumber hikmah yang selalu memancing kemarahan setan. Melalui mereka, hati pengikut kebenaran akan hidup, dan hati pengikut kesesatan akan mati. Perumpamaan mereka di bumi ibarat bintang-bintang di langit, yang menjadi petunjuk di kegelapan malam saat berlayar di tengah lautan. Jika bintang-bintang itu hilang, bingunglah para pelaut tak karuan; dan begitu cahayanya terlihat, barulah mereka bisa melihat di kegelapan”.

Salah satu contohnya ialah sebagaimana yg diceritakan oleh Al Hafizh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala’, dari Yahya bin Aktsam yang mengisahkan: “Khalifah Al Ma’mun (yg berakidah mu’tazilah dan meyakini bahwa Al Qur’an adalah makhluk) pernah berkata kepada kami: “Kalaulah bukan karena posisi Yazid bin Harun (salah seorang tokoh Ahli Sunnah di zamannya), pastilah kunyatakan bahwa Al Qur’an itu makhluk. Ada yg bertanya: Memangnya siapa itu Yazid sehingga perlu disegani? Jawab Al Ma’mun: Payah kamu ! Aku menyeganinya bukan karena ia berkuasa, namun aku khawatir jika kunyatakan masalah ini kemudian ia membantahku, sehingga terjadi perselisihan di tengah masyarakat dan timbul fitnah”. Lanjutkan membaca

PRINSIP PRINSIP MENGKAJI AGAMA


Penulis: Al-Ustaz Qomar Suaidi
Menuntut ilmu agama tidak cukup bermodal semangat sahaja. Mestilah juga tahu dasar-dasar yang telah digariskan syariat. Tujuannya agar tidak bingung menghadapi seruan dari banyak kelompok dakwah. Dan yang paling penting, tidak terjatuh kepada pemahaman yang menyimpang!
Dewasa ini banyak sekali ‘jalan’ yang ditawarkan untuk mempelajari dinul Islam. Masing-masing pihak sudah pasti mengatakan jalannya sebagai yang terbaik dan benar. Melalui berbagai cara mereka berusaha meraih pengikut sebanyak-banyaknya. Lihatlah sekeliling kita. Ada yang menawarkan jalan dengan menguruskan qalbunya, ada yang mengajak untuk ikut hura-hura (pesta) politik, ada yang menyeru umat untuk segera mendirikan Khilafah Islamiyah, ada pula yang berkelana dari satu daerah ke satu daerah lain mengajak manusia ramai-ramai ke masjid.

 

Namun lihat pula sekeliling kita. Keadaan umat Islam masih begini-begini juga. Kebodohan dan ketidakberdayaan masih menyelimuti. Bahkan sepertinya semakin bertambah parah.
Adakah yang salah dari tindakan mereka? Ya, bila melihat keadaan umat yang semakin jatuh dalam kegelapan, sudah pasti ada yang salah. Mengapa mereka tidak mengajak umat untuk kembali mempelajari agamanya sahaja? Mengapa mereka justeru menyibukkan umat dengan sesuatu yang berpankal kesia-siaan? Lanjutkan membaca

Bantahan Terhadap Syubhat-Syubhat yang tersebar di Masyarakat (Bagian satu)


Oleh : Abu Namira Hasna Al-Jauziyah

tulisan pertama dari empat tulisan

Mukadimah

ketika kita, ustadz atau  masyaikh ahlussunnah(salafiyyin) menegur kesalahan seseorang atau kelompok harokah yang jelas-jelas menyelisihi dalil-dalil shohih, maka serta merta mereka menjawab dengan berbagai jawaban, di antaranya : 1. Jangan merasa benar sendiri, 2. jangan meributkan masalah-masalah kecil, 3.kamu hanya membahas cangkang bukan inti, 4. kamu jangan memecah belah persatuan umat, 5. kaum muslimin di bantai, tapi kamu tetap persoalkan bid`ah dan syirik? 6. kan ulama masih berselisih? 7. itu kan pendapat ulamamu, aku juga punya ulama/ustadz/kiyai? 8. menuntut ilmu kepada siapa saja, jangan pilih-pilih. Begitulah Syubhat-syubhat yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin, tidak sedikit kaum muslimin yang kurang ilmu agama, terpengaruh dengan salah satu atau lebih di antara syubhat di atas. Lantas bagaimana kita menjawab syubhat-syubhat di atas,(yang sering dilontarkan oleh orang-orang awam bahkan para aktivis islam malah yang lebih memprihatinkan lagi lontaran-lontaran miring itu juga sering dihembuskan oleh tokoh-tokoh agama), insya Allah penulis akan menjawab syubhat-syubhat di atas dengan mengambil sumber rujukan utama dari sebuah buku yang sangat bagus berjudul : (meniti jalan kebenaran)Solusi Kebingungan Di tengah Keanekaragaman Pemikiran” karya  al-ustadz Abu Yahya Badrusalam,Lc. serta tambahan dari sumber buku Ilmu ushul Bida` karya syaikh Ali Hasan Al-Halabi al-Atsary dan sumber ilmiah lainnya. semoga bermanfaat.

syubhat pertama dan bantahannya

Jangan Merasa Benar Sendiri

Banyak orang ketika anda tegur kesalahan yang ia lakukan berkilah dengan mengatakan sudahlah, jangan merasa benar sendiri!sehingga menjadi pertanyaan pada benak kita; apakah perkataan tersebut berasal dari wahyu ataukah hanya sebatas kilah yang tak beralasan pada dalil yang menunjukkan kepada kebingungan? Tentunya hal itu harus kita cermati secara seksama dengan hati yang dingin apakah ada ayat atau hadist atau pendapat para ulama yang mengatakan dengan perkataan tersebut. Coba lihat Qs. An-nissa : 59 :

إذا كنت آراء مختلفة حول قضية ما ، ثم استعادة إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر… “

“jika kamu berbeda pendapat tentang suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah dan rosul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (Qs. An-nissa : 59). Lanjutkan membaca

Salafy Merasa Benar Sendiri?


Syubhat : “Salafy mengira hanya dirinya yang benar”

Jawaban :

Kita harus membuat suatu pembedaan antara yang dianggap berasal/dinisbahkan di atas –jalan/metode Salaf– serta seseorang yang menisbahkan dirinya padanya (manhaj Salaf).

Dalam terminologi absolut, seseorang yang menisbahkan – pada metode Salaf – maka tidak lain pembenaran secara lahiriah saja.

Adapun dalam terminologi spesifik, yang dipermasalahkan masalah Aqidah dan Manhaj, Ushul (pokok) dan Furu’ (cabang) – maka tak seorangpun menyangkal atau menolak, bahwa (mengesampingkan hal ini) dapat membikin bid’ah (cara baru dalam berIslam).

 

Permasalahannya, seseorang yang menisbahkan dirinya atas jalannya Salafy, kemudian dalam prinsipnya (Salafy) – yang mana dia tidak berbuat kesalahan (sesuai prinsip Salaf)– lalu dia konsisten diatasnya, maka apa yang bertentangan dengan ini, tidak lain merupakan kesesatan dan perihal yang menyimpang. Lanjutkan membaca