WASPADALAH TERHADAP PENYAKIT SYUBHAT DAN SYAHWAT


oleh  Muslim Atsari

Syaithan merupakan musuh nyata manusia. Dia selalu berusaha menjerumuskan manusia kedalam jurang kekafiran, kesesatan dan kemaksiatan. Di dalam menjalankan aksinya itu syaithan memiliki dua senjata ampuh yang telah banyak memakan korban. Dua senjata itu adalah syubhat dan syahwat. Dua penyakit yang menyerang hati manusia dan merusakkan perilakunya.
Syubhat artinya samar, kabur, atau tidak jelas. Penyakit syubhat yang menimpa hati seseorang akan merusakkan ilmu dan keyakinannya. Sehingga jadilah “perkara ma’ruf menjadi samar dengan kemungkaran, maka orang tersebut tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari kemungkaran. Bahkan kemungkinan penyakit ini menguasainya sampai dia menyakini yang ma’ruf sebagai kemungkaran, yang mungkar sebagai yang ma’ruf, yang sunnah sebagai bid’ah, yang bid’ah sebagai sunnah, al-haq sebagai kebatilan, dan yang batil sebagai al-haq”. (Tazkiyatun Nufus, hal: 31, DR. Ahmad Farid)
Penyakit syubhat ini misalnya: keraguan, kemunafikan, bid’ah, kekafiran, dan kesesatan lainnya.

Syahwat artinya selera, nafsu, keinginan, atau kecintaan. Sedangkan fitnah syahwat (penyakit mengikuti syahwat) maksudnya adalah mengikuti apa-apa yang disenangi oleh hati/nafsu yang keluar dari batasan syari’at.
Fitnah syahwat ini akan menyebabkan kerusakan niat, kehendak, dan perbuatan orang yang tertimpa penyakit ini.
Penyakit syahwat ini misalnya: rakus terhadap harta, tamak terhadap kekuasaan, ingin populer, mencari pujian, suka perkara-perkara keji, zina, dan berbagai kemaksiatan lainnya.

KEKHAWATIRAN RASULULLAH TERHADAP PENYAKIT SYUBHAT DAN SYAHWAT
Rasulullah n telah mengkhawatirkan fitnah (kesesatan) syahwat dan fitnah syubhat terhadap umatnya. Beliau n bersabda:
فَوَاللَّهِ لَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنْ أَخَشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kamu. Tetapi aku khawatir atas kamu jika dunia dihamparkan atas kamu sebagaimana telah dihamparkan atas orang-orang sebelum kamu, kemudian kamu akan saling berlomba (meraih dunia) sebagaimana mereka saling berlomba (meraih dunia), kemudian dunia itu akan membinasakan kamu, sebagaimana telah membinasakan mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan lainnya dari Amr bin Auf Al-Anshari)

Dalam hadits lain beliau bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَ فُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْفِتَنِ
Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kamu adalah syahwat mengikuti nafsu pada perut kamu dan pada kemaluan kamu serta fitnah-fitnah yang menyesatkan. (HR. Ahmad dari Abu Barzah Al-Aslami. Dishahihkan oleh Syeikh Badrul Badr di dalam ta’liq Kasyful Kurbah, hal: 21)

Syahwat mengikuti nafsu perut dan kemaluan adalah fitnah syahwat, sedangkan fitnah-fitnah yang menyesatkan adalah fitnah syubhat.
Kedua fitnah ini sesungguhnya juga telah menimpa orang-orang zaman dahulu dan telah membinasakan mereka. Allah berfirman;
كَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ كَانُوا أَشَدَّ مِنكُمْ قُوَّةً وَأَكْثَرَ أَمْوَالاً وَأَوْلاَدًا فَاسْتَمْتَعُوا بِخَلاَقِهِمْ فَاسْتَمْتَعْتُم بِخَلاَقِكُمْ كَمَا اسْتَمْتَعَ الَّذِينَ مِن قَبْلِكُم بِخَلاَقِهِمْ وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُوا أَوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
(Keadaan kamu hai orang-oang munafik dan musyirikin adalah) seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta benda dan anak-anaknya daripada kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah nikmati bagianmu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagian mereka, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu, amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi. (QS. 9:69)

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah t berkata: “Allah menggabungkan antara “menikmati bagian” dengan “mempercakapkan (hal yang batil)”, karena kerusakan agama itu kemungkinan:
• terjadi pada keyakinan yang batil dan mempercakapkannya (hal yang batil)
• atau terjadi pada amalan yang menyelisihi i’tiqad yang haq.
Yang pertama adalah bid’ah-bid’ah dan semacamnya. Yang kedua adalah amalan-amalan yang fasiq. Yang pertama dari sisi syubhat-syubhat. Yang kedua dari sisi syahwat-syahwat.
Oleh karena itulah Salafush Shalih dahulu menyatakan: “Waspadalah kamu dari dua jenis manusia: Pengikut hawa-nafsu yang telah disesatkan oleh hawa-nafsunya (inilah fitnah syubhat-pen), pemburu dunia yang telah dibutakan oleh dunianya (ini fitnah syahwat-pen)”.
Mereka juga menyatakan: “Waspadailah kesesatan orang ‘alim (ahli ilmu) yang durhaka (karena terkena fitnah syahwat-pen), dan kesesatan ‘abid (ahli ibadah) yang bodoh (karena terkena fitnah syubhat-pen), karena kesesatan keduanya itu merupakan kesesatan tiap-tiap orang yang tersesat.”
Maka yang itu (orang ‘alim yang durhaka) menyerupai (orang-orang Yahudi) yang dimurkai, orang-orang yang mengetahui al-haq, tetapi tidak mengikutinya. Sedangkan yang ini (‘abid yang bodoh) menyerupai (orang-orang Nashara) yang sesat, orang-orang yang beramal tanpa ilmu.” (Iqtidha’ Shirathil Mustaqim, hal: 55, tahqiq Syeikh Khalid Abdul Lathif As-Sab’ Al-‘Alami)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah t juga berkata: “Firman Allah k : “kamu telah nikmati bagianmu” mengisyaratkan pada mengikuti hawa-nafsu syahwat, ini merupakan penyakit para pelaku maksiat. Dan firman Allah: “Dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya” mengisyaratkan pada mengikuti syubhat-syubhat, ini merupakan penyakit para pelaku bid’ah, pengikut hawa-nafsu, dan perdebatan-perdebatan. Dan sangat sering keduanya (penyakit itu) berkumpul. Maka jarang engkau dapati orang yang aqidahnya ada kerusakan, kecuali hal itu nampak pada lahiriyahnya.” (Iqtidha’ Shirathil Mustaqim, hal: 55)

BENTENG FITNAH SYUBHAT DAN SYAHWAT
Imam Ibnul Qayyim t berkata: “Asal seluruh fitnah (kesesatan) hanyalah dari sebab: mendahulukan fikiran terhadap syara’ (agama) dan mendahulukan hawa-nafsu terhadap akal.Yang pertama adalah asal fitnah syubhat, yang kedua adalah asal fitnah syahwat. Fitnah syubhat ditolak dengan keyakinan, adapun fitnah syahwat ditolak dengan kesabaran. Oleh karena itulah Alloh menjadikan kepemimpinan agama tergantung dengan dua perkara ini. Allah k berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ
Dan Kami jadikan di antara mereka (Bani Israil) itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. 32:24)

Ini menunjukkan bahwa dengan kesabaran dan keyakinan akan dapat diraih kepemimpinan dalam agama.
Alloh juga menggabungkan dua hal itu di dalam firmanNya:
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}
Dan mereka saling menasehati supaya mentaati kebenaran, dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. 103:3)

Maka mereka saling menasehati supaya mentaati kebenaran yang menolak syubhat-syubhat, dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran yang menghentikan syahwat-syahwat.
Alloh juga menggabungkan antara keduanya di dalam firmanNya:
وَاذْكُرْ عِبَادَنَآ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُوْلِى اْلأَيْدِي وَاْلأَبْصَارِ
Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. (QS. 38:45)

Maka dengan kesempurnaan akal dan kesabaran, fitnah syahwat akan ditolak. Dan dengan kesempurnaan ilmu dan keyakinan, fitnah syubhat akan ditolak. Wallahul Musta’an. )Kitab: Mawaridul Amaan, hal: 414-415]
Maka hendaklah setiap kita berusaha meraih ilmu yang haq dan bersabar di atasnya, sehingga selamat dari penyakit syubhat dan syahwat.

sumber  : http://www.salafiunpad.wordpress.com

ISTI’ANAH, ISTI’ADZAH & ISTIGHOTSAH


بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdullilah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam keluarga, para shahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga akhir zaman. Amma ba’du.

Setelah membahas bahaya syirik bagi umat islam, pada edisi ini kami ketengahkan uraian tentang tiga di antara bentuk ibadah yang kaum muslimin –disadari atau tidak- karena kejahilannya , banyak melakukan kesyirikan di dalamnya. Ketiga bentuk ibadah itu adalah isti’anah, isti’adzah, dan istighotsah. Harapan kami, semoga uraian ini bisa menambah ilmu kita dan menjadi benteng di dalam menjaga kemurnian tauhid, amin yaa Mujibas Saailin.

Isti’anah

Isti’anah artinya meminta pertolongan dan dukungan dalam suatu urusan.

Isti’anah ada 5 macam :

1. Isti’anah kepada Allah subhanahu wata’ala yaitu isti’anah yang mengandung kesempurnaan sikap merendahkan diri dari seorang hamba kepada Rabbnya dan menyerahkan seluruh perkara kepada-Nya serta meyakini bahwa hanya Allah yang bisa memberi kecukupan kepadanya.

Dalil bagi isti’anah jenis ini adalah firman Allah subhanahu wata’ala:

Artinya:hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”(QS. Al-Fatiha:5)

Barangsiapa yang memalingkan isti’anah yang khusus kepada Allah ini kepada selain Allah, maka dia telah berbuat syirik yang mengeluarkannya dari islam.

2. Isti’anah kepada makhluk dalam perkara yang makhluk tersebut mampu melakukannya.

Hukum bagi isti’anah jenis ini tergantung pada perkara yang dimintai pertolongan baginya. Jika perkara tersebut berupa kebaikan maka boleh bahkan disyariatkan (dianjurkan), berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala :

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى

Artinya: “Dan tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan)kebaikan dan takwa.”[Al-Maidah:2]

Jika perkaranya berupa perbuatan dosa maka harom hukumnya, berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala:

وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Artinya: “Dan janganlah kalian tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.([QS.Al-Maidah:2)

Adapun jika perkaranya adalah perkara mubah maka boleh beristi’anah dan bagi orang yang dimintai pertolongan akan mendapatkan pahala karena telah berbuat baik kepada orang lain. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (QS.Al-Baqarah:195)

3. Isti’anah kepada makhluk yang masih hidup dan hadir (ada di tempat) dalam perkara yang dia tidak mampu melakukannya. Misalnya minta tolong kepada orang yang lemah untuk mengangkat sesuatu yang berat. Isti’anah jenis ini merupakan perkara yang sia-sia dan tidak ada kebaikan di dalamnya.

4. Isti’anah kepada orang mati secara mutlak atau kepada orang yang masih hidup dalam perkara gaib yang dia tidak mampu melakukannya. Isti’anah jenis ini adalah syirik.

5. Isti’anah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan perantara amal sholeh dan perkara-perkara yang dicintai oleh Allah. Isti’anah jenis ini disyariatkan berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Artinya: ” Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS.Al-Baqarah:153)

Isti’adzah

Artinya memohon perlindungan dari sesuatu yang tidak disenangi. Isti’adzah ada 4 macam :

1. Isti’adzah kepada Allah subhanahu wata’alayaitu isti’adzah yang mengandung kesempurnaan rasa butuh kepada Allah dan berlindung kepadanya serta meyakini penjagaan dan kesempurnaan pemeliharaan Allah subhanahu wata’ala dari segala sesuatu baik sekarang maupun yang akan datang, kecil maupun besar, yang berasal dari manusia maupun selainya.

Dalilnya adalah Al-Qur’an surah Al-Falaq dan surah An-Naas hingga akhir ayat.

2. Isti’adzah dengan salah satu sifat dari sifat-sifat Allah subhanahu wata’ala,seperti isti’adzah dengan kalam-Nya, keagungan-Nya, kemuliyaan-Nya, dan semacamnya. Dalilnya adalah do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada pagi dan sore hari

Artinya: “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan apa-apa yang Dia ciptakan[Hadits shohih riwayat At-Tirmidzi dan Ahmad].

3. Isti’adzah kepada orang mati atau orang yang masih hidup tetapi tidak ada di tempat dan tidak mampu melindungi. Isti’adzah jenis ini adalah syirik.

Termasuk isti’adzah jenis ini adalah apa yang dikabarkan melalui firman Allah subhanahu wata’ala

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

Artinya: “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (QS.Al-Jin 6).

4. Isti’adzah dengan apa-apa yang meyakinkan untuk berlindung padanya dari kalangan makhluk baik itu manusia atau tempat ataupun selainnya. Isti’adzah jenis ini dibolehkan, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala menyebutkan tentang fitnah :

Yang bermakna : “Barangsiapa yang mendekati fitnah tersebut, maka fitnah itu akan menjeratnya. Maka barangsiapa yang mendapati tempat bersandar atau tempat berlindung, hendaklah dia berlindung dengannya” [muttafaqun ‘alaih]

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperjelas makna “tempat berlindung” ini dengan sabdanya:

Yang bermakna: “Barangsiapa yang memiliki unta maka hendaknya dia menggunakan untanya (sebagai tempat berlindung-pent)” [muslim]

Adapun jika seseorang meminta perlindungan dari kejelekan orang yang zholim, maka wajib untuk melindunginya. Sebaliknya, jika dia meminta perlindungan agar bisa melakukan sesuatu yang terlarang atau lari dari kewajiban, maka haram untuk melindunginya.

Istighotsah

Istighotsah artinya memohon keselamatan dari kesulitan dan kebinasaan. Istighotsah ada 4 macam :

1. Istighotsah kepada Allah subhanahu wata’ala

Istighotsah ini merupakan istighotsah yang paling afdhol(utama) dan paling sempurna, serta merupakan sunnah para Rasul dan pengikut mereka. Dalilnya Allah subhanahu wata’ala berfirman:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ الْمَلآئِكَةِ مُرْدِفِينَ

Artinya: “(ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. (QS.Al-Anfaal:9)

Ayat ini turun berkaitan dengan perang badar, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika itu melihat jumlah orang-orang musyrikin sebayak 1000 personil, sementara shahabat beliau hanya berjumlah 313 sampai 319 orang. Maka beliau beristighotsah kepada Allah subhanahu wata’ala sembari mengangkat kedua tangan beliau menghadap kiblat dan memohon

”Ya Allah , penuhilah apa yang telah Engksau janjikan kepadaku! Ya Allah, pasukan islam ini binasa, niscaya tidak akan lagi orang yang akan menyembah-Mu di bumi” dan beliau terus beristighosah sehingga selendang beliau terjatuh dari pundaknya. Kemudian Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu meletakkan kembali selendang itu kepundak beliau lalu berdiri di belakang beliau dan berkata : “Wahai Nabi Allah! Telah cukup istighotsahmu kepada Rabbmu, karena sesungguhnya Dia pasti akan memenuhi apa yang telah Dia janjikan kepada engkau.”

Lalu turunlah ayat tersebut (QS. Al-Anfaal:9).

2. Istighotsah kepada orang yang telah mati atau kepada orang yang masih hidup tetapi tidak berada dihadapannya dan tidak sanggup untuk memenuhi permohonanya. Istighotsah jenis ini adalah syirik karena orang yang beristighotsah tentunya meyakini bahwasanya mereka (yang dia beristoghotsah kepadanya) memiliki kekuatan ghaib untuk bertindak di alam ini, dan itu berarti dia memberikan bagian dari sifat rububiyah kepada mereka (yang sesungguhnya sifat rububiyah ini hanya milik Allah semata-pent). Allah subhanahu wata’ala berfirman:

أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاء الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَّعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ

Artinya: ”Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). (QS.An-Naml:62)

3. Istighotsah kepada orang yang hidup, yang mengetahui istighotsah tersebut dan dia sanggup untuk memenuhinya, hal ini boleh berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala kepada Nabi Musa :

فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِن شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ

Artinya: “Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa ‘alaihi salam meninjunya, dan matilah musuhnya itu.”(Al-Qoshas:15)

4. Istighotsah kepada orang yang masih hidup yang tidak mampu memenuhinya namun orang yang beristighotsah tidak meyakini adanya kekuatan tersembunyi pada orang tersebut. Contohnya: “ orang yang akan tenggelam beristighotsah pada orang yang lumpuh. Hal ini terlarang karena merupakan senda gurau dan ejekan semata, dan mungkin saja orang lain yang melihat hal ini menyangka bahwasannya orang lumpuh tersebut punya kekuatan ghoib yang dengannya dia bisa menyelamatkan orang yang akan tenggelam dari kesulitan.

Wallahu Ta’ala A’lam Bish showab

 

Maroji’: Syarah Tsalasatil Ushul, Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al- ‘Utsaimin rahimahullah

*******

Sumber: Booklet Dakwah Al-Ilmu. Diterbitkan oleh: Pondok Pesantren Minhajus Sunnah Kendari. Jl. Kijang (Perumnas Poasia) Kelurahan Rahandouna, Kecamatan Poasia, Kota Kendari.