ANTARA “PEKAN MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB” DAN “MAULID NABI”


ANTARA “PEKAN MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB” DAN “MAULID NABI”

 

سئل الشيخ العثيمين رحمة الله تعالى عن الفرق بين ما يسمى بأسبوع الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمة الله والاحتفال بالمولد النبوي حيث ينكرعلى من فعل الثاني دون الأول

:فأجاب
الفرق بينهما حسب علمنا من وجهين
الأول: إن أسبوع محمد بن عبد الوهاب رحمة الله تعالى لم يتخذ تقربا إلى الله عز وجل، وإنما يقصد به إزالة الشبهة في نفوس بعض الناس في هذا الرجل ويبين ما من الله به على المسلمين على يد هذا الرجل.
الثاني: أسبوع الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمة الله لا يتكرر ويعود كما تعود الأعياد بل هو أمر بين للناس وكتب فيه ما كتب وتبين في حق هدا الرجل ما لم يكن معروفا من قبل لكثير من الناس ثم انتهى أمره

من كتاب فتاوى العقيدة للشيخ محمد بن صالح بن عثيمين

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang apa perbedaan antara “Pekan Memorial Syaikh Muhammad bin Abdil WahhabRahimahullah” dengan “Perayaan Maulid Nabi”. Mengapa Maulid Nabi diingkari namun acara tersebut tidak diingkari?

Beliau menjawab:
Menurut hemat saya, perbedaannya dilihat dari dua sisi:
Pertama, “Pekan Memorial Syaikh Muhammad bin Abdil WahhabRahimahullahu Ta’ala” tidak dianggap sebagai suatu bentuk taqarrub kepada Allah Azza Wa Jalla. Acara ini diadakan dalam rangka meluruskan info-info yang rancu mengenai pribadi beliau. Juga menjelaskan tentang nikmat yang Allah berikan kepada kaum muslimin melalui tangan beliau (yaitu jasa-jasa beliau, pent).

Kedua, “Pekan Memorial Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Rahimahullahu Ta’ala” tidak diadakan secara rutin dan sebagaimana rutinnya hari raya. Isi dari kegiatan ini adalah memberikan menjelaskan dan merilis tulisan-tulisan beliau kepada masyarakat serta menerangkan tentang pribadi beliau. Karena penjelasan tentang hal ini banyak belum diketahui banyak orang. Hanya sebatas itu lah kegiatannya.

Sumber: Majmu’ Fatawa Al Aqidah Li Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah

Dinukil dari: http://www.sahab.net/FORUMS/showthread.php?p=423195

Sekedar info, usbu’ atau program sepekan di Saudi itu tidak hanya “Pekan Memorial Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab”, banyak usbu’-usbu’ para tokoh yang lain. Dan juga tidak hanya tentang tokoh-tokoh, ada juga usbu’ al murur(pekan lalu lintas) yang pada pekan itu banyak seminar dan acara-acara terkait berlalu-lintas yang baik, dan semacamnya. Sekedar info juga program-program usbu’ tersebut tidak dilaksanakan di semua daerah di Saudi, jadi program pemerintah sebagian daerah saja. Apalagi di luar Saudi, semisal di Indonesia, orang-orang yang disebut ‘wahabi’ di Indonesia tidak merayakan apa-apa yang terkait dengan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab atau ulama lain. Fa’tabiruu yaa ulil abshar..

Sumber : http://kangaswad.wordpress.com/2011/02/28/antara-pekan-muhammad-bin-abdul-wahhab-dan-maulid-nabi/

Wahabi: Meluruskan Salah Faham


Wahabi: Meluruskan Salah Faham

Ditulis oleh Hafiz Firdaus Abdullah   

wahabi

“Wahabi” bukan sahaja salah dari sudut gelaran, ia juga salah dari sudut beberapa tuduhan dan salah faham yang disandarkan kepadanya. Berikut dikemukakan beberapa salah faham tentang gerakan atau fahaman Wahabi, diikuti dengan penjelasan bagi meluruskannya.

Salah Faham Pertama: Wahabi Dan Kuasa Barat.

Salah faham pertama yang akan diluruskan ialah dakwaan bahawa gerakan Wahabi dimulai dan disokong oleh kuasa-kuasa Barat, khasnya Inggeris. Bagi meluruskan salah faham ini, saya merujuk kepada sumber sejarah kuasa-kuasa Barat itu sendiri kerana ia adalah “sumber dalaman” yang lebih tepat bagi menggambarkan apa yang dilakukan oleh kuasa-kuasa tersebut pada zaman itu.

Pertama, kuasa Inggeris memang wujud pada zaman itu, tetapi peranannya hanya bersifat komersil, iaitu menjaga keselamatan perairan teluk bagi laluan kapal-kapal perdagangannya dari India yang merupakan tanah jajahannya saat itu. [Sarah Searight – The British In The Middle East, dikemukakan oleh Jalal Abu al-Rub – Biography And Mission of Muhammad Ibn Abdul Wahhab (Madinah Publishers & Distributors, Florida, 2003), ms. 76-77] Pihak Inggeris atau mana-mana kuasa Barat ketika itu tidak berminat untuk membantu mengembalikan umat Islam kepada agamanya yang tulen.

Kedua: Bukan sekadar tidak minat membantu, kuasa-kuasa Barat sebenarnya amat membenci gerakan Wahabi kerana ia sebenarnya membangkitkan umat Islam. Seorang ahli sejarah Perancis, Almosio Sidio, menulis:

“Apabila Inggeris dan Perancis mengetahui kesepakatan yang tercapai antara Muhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad ibn Sa’ud untuk mentajdidkan agama (Islam) dan ramai masyarakat Arab yang mengikutinya, mereka bimbang ini akan membangkitkan umat Islam dari kelekaan yang menyelubungi umat saat itu. Justeru mereka (Inggeris dan Perancis) bimbang Islam akan kembali kuat sebagaimana pada zaman Umar bin al-Khaththab. Lanjutkan membaca

Fitnah dari Timur


Fitnah dari Timur

Suatu hari Rasulullah pernah mendoakan negeri Yaman dan Syam, cerita ini terekam dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam sohihnya

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ الْحَسَنِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ هُنَاكَ الزَّلَازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata [Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “Ya Allah berilah keberkatan kepada kami, pada Syam kami dan pada Yaman kami”. Para sahabat berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau bersabda “disana muncul kegoncangan dan fitnah, dan disanalah akan muncul tanduk setan” [1][Shahih Bukhari 2/33 no 1037]

 

-Selanjutnya hadits ini kita sebut hadits pertama-

 

Yaman dan Syam adalah negeri yang jelas, lalu dimanakah letak Najd yang dimaksud dalam hadit diatas? Sebenarnya dalam menafsirkan lafadz Najd, kebanyakan ulama ulama condong  memvonis bahwa yang dimaksud adalah negeri Iraq, sekalipun begitu Realitas yang terjadi sekarang membuat beberapa orang bingung karena yang familiar di telinga dan lisan bahwa daerah Najd berada di Arab Saudi tepatnya dekat Diríyah dan sekitarnya yang merupakan tempat kelahiran Muhammad bin Abdul Wahab yang belakangan diperkenalkan oleh Penjajah Inggris sebagai perndiri sebuah Aliran yang ditakuti dunia dan mereka mereka menamakannya “Wahabi.”. ditambah lagi orang-orang yang tinggal disekitar daerah tersebut dinisbahkan dengan nama al-Najdi.

 

Apa itu Najd? Lanjutkan membaca

Fitnah Masyriq – Kemunculan Tanduk Setan


Fitnah Masyriq – Kemunculan Tanduk Setan

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul Tanduk Setan !! dan Najd Bukan ‘Iraq ?(beserta komentar yang ada di dalamnya). Dalam dua artikel tersebut telah disebutkan bahwa makna Najddalam hadits fitnah (kemunculan tanduk setan) adalah negeri ‘Iraaq. Hadits-haditsnya pun sangat jelas. Satu lafadh menunjukkan Najd, dan di lafadh lain menunjukkan ‘Iraaq. Akan tetapi segolongan orang menyanggah bahwa makna Najd dalam hadits Tanduk Setan bukanlah ‘Iraaq. Menurut sangkaan mereka, arah timur/masyriq dalam hadits tidak bisa menunjukkan negeri ‘Iraaq, akan tetapi Hijaaz. Itulah yang sesuai dengan arah mata angin.
Jika kita mencermati dalil yang ada dan bagaimana pendapat para ulama (baik ulama bahasa, ulama hadits dan fiqh), jelas sekali kekeliruan pondasi pemahaman itu. Tidak kita pungkiri bahwa di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam itu ada daerah yang bernama Najd (Hijaaz). Akan tetapi yang menjadi bahasan adalah, apakah Najd yang disebutkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits kemunculan tanduk setanitu Najd Hijaaz, atau daerah Najd yang lain (Najd ‘Iraaq) ?. Sudah dimaklumi dalam lisan orang ‘Arab bahwa Najd itu juga punya makna yang lebih umum sebagaimana dijelaskan oleh Al-Khaththaabiy rahimahullah :
نجد: ناحية المشرق، ومن كان بالمدينة كان نجده بادية العراق ونواحيها، وهي مشرق أهلها، وأصل النجد: ما ارتفع من الأرض، والغور: ما انخفض منها، وتهامة كلها من الغور، ومنها مكة، والفتنة تبدو من المشرق، ومن ناحيتها يخرج يأجوج ومأجوج والدجال، في أكثر ما يروى من الأخبار
“Najd adalah arah timur. Dan bagi Madinah, najd-nya sahara/gurun ‘Iraaq dan sekelilingnya. Itulah arah timur bagi penduduk Madinah. Asal makna dari najd adalah : setiap tanah yang tinggi; sedangkan ghaur adalah setiap tanah yang rendah. Seluruh wilayah Tihaamah adalah ghaur, termasuk juga Makkah. Fitnah muncul dari arah timur; dan dari arah itu pula akan keluar Ya’juuj, Ma’juuj, dan Dajjaal sebagaimana terdapat dalam kebanyakan riwayat” [I’laamus-Sunan, 2/1274].
Ringkas katanya : Ketika Najd itu disebut dalam satu lafadh dan ‘Iraaq di lafadh yang lain, apakah itu penafsiran yang diterima atau justru sebuah pertentangan ?.
Kata mereka : Mengandung pertentangan. Alasan klisenya : Karena waktu itu Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam menunjuk arah timur (masyriq), sedangkan ‘Iraaq itu bukan timur Madiinah (posisi saat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berbicara). Saya tidak akan mengulang apa yang telah saya tuliskan, namun saya hanya akan menyorot kekeliruan alasan mereka yang mengatakan bahwa ‘Iraaq bukan termasuk wilayah timur (masyriq) kota Madinah. Lanjutkan membaca

Najd Bukan ‘Iraq ?


Najd Bukan ‘Iraq ?

ini merupakan sedikit kelanjutan artikel saya yang berjudul :Tanduk Setan !. Hanya sedikit tambahan saja, karena sebenarnya dalam artikel tersebut telah dijelaskan kedudukan permasalahannya. Ada beberapa point yang perlu tambahkan, karena ada orang yang mendla’ifkan riwayat yang telah saya bahas. Adapun validitas kritikan orang tersebut, mari kita lihat bersama :
1.      Riwayat Ath-Thabaraaniy dalam Mu’jamul-Kabiir.
حدثنا الحسن بن علي المعمري ثنا إسماعيل بن مسعود ثنا عبيد الله بن عبد الله بن عون عن أبيه عن نافع عن ابن عمر : أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : اللهم بارك لنا في شامنا، اللهم بارك في يمننا، فقالها مراراً، فلما كان في الثالثة أو الرابعة، قالوا: يا رسول الله! وفي عراقنا؟ قال: إنّ بها الزلازل والفتن، وبها يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin ‘Aliy Al-Ma’mariy : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Mas’uud : Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin ‘Aun, dari ayahnya, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ya Allah, berikanlah barakah kepada kami pada Syaam kami dan Yamaan kami”. Beliau mengatakannya beberapa kali. Saat beliau mengatakan yang ketiga kali atau keempat, para shahabat berkata : “Wahai Rasulullah, dari juga ‘Iraaq kami ?”. Beliau bersabda : “Sesungguhnya di sana terdapat bencana dan fitnah. Dan di sana lah muncul tanduk setan” [Al-Mu’jamul-Kabiir, 12/384 no. 13422; sanadnya jayyid].
Tapi ada yang mengatakan bahwa ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin ‘Aun ini telah menyelisihi Husain bin Hasan dan ‘Azhar bin Sa’d yang membawakan dengan lafadh Najd, bukan ‘Iraq. Sehingga, katanya, haditsnya ini tidak shahih.
Saya katakan : Nampaknya orang ini sedang berandai-andai dengan pemikirannya. Yang dikatakan ta’arudl (dalam matan) dalam ilmu hadits adalah jika bertentangan dalam makna dan tidak bisa untuk dijamak. Pengandai-andaiannya bahwa lafadh Najd dan ‘Iraq adalah bertentangan (ta’arudl) adlah sesuai dengan definisi dan keinginannya. Bukan sesuai dengan ilmu ushul hadits dan ushul-fiqh yang ma’ruf. Telah saya tulis sebelumnya bahwa lafadh Najd dan ‘Iraq tidak bertentangan dan bisa dijamak. Sesuai dengan lisan dan pemahaman orang ‘Arab. Telah saya sebutkan perkataan Al-Khaththaabiy dan Al-Kirmaaniy bagaimana makna kata ‘Najd’ bagi orang ‘Arab (bukan menurut orang tersebut). Silakan merujuk kembali. Dalam kamus bahasa ‘Arab pun Ibnul-Mndhuur menyebutkan :
وما ارتفع عن تِهامة إِلى أَرض العراق، فهو نجد
“Semua tanah yang tinggi dari Tihaamah sampai tanah ‘Iraaq, maka itu Najd” [lihat dalam Lisaanul-‘Arab].
Adapun ‘Ubaidullah sendiri, maka Al-Bukhaariy berkata : “Ma’ruuful-hadiits” [At-Taariikh Al-Kabiir, 5/388 no. 1247]. Abu Haatim berkata :  “Shaalihul-hadiits” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 5/322 no. 1531].
Oleh karena itu, hadits ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin ‘Aun masih selaras dengan perawi lainya. Asy-Syaikh Masyhuur rahimahullah menghukumi sanad ini jayyid (sebagaimana saya sebutkan pada artikel terdahulu). Lanjutkan membaca

Tanduk Setan !!


Tanduk Setan !!

Telah berkata Al-Imaam Al-Bukhaariy rahimahullah :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ الْحَسَنِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ هُنَاكَ الزَّلَازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Husain bin Al-Hasan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Nabi pernah bersabda : “Ya Allah, berikanlah barakah kepada kami pada Syaam kami dan Yamaan kami”. Para shahabat : “Dan juga Najd kami ?”. Beliau bersabda : “Di sana muncul bencana dan fitnah. Dan di sanalah akan muncul tanduk setan”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1037. Diriwayatkan juga pada no. 7094 dan Muslim no. 2095.
Diriwayatkan juga oleh Muslim no. 2095 (45), dari jalan Al-Laits, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar :
أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم، وهو مستقبل المشرق يقول “ألا إن الفتنة ههنا. ألا إن الفتنة ههنا، من حيث يطلع قرن الشيطان”.
Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dimana beliau waktu itu menghadap ke timur -, beliau bersabda : “Ketahuilah, sesungguhnya fitnah di sini, dari arah munculnya tanduk setan”.
Dalam lafadh lain (46), dari jalan ‘Ubaidullah bin ‘Umar : Telah menceritakan kepadaku Naafi’, dari Ibnu ‘Umar : Lanjutkan membaca

Wahabi – Bani Tamim – Khawaarij – Dajjaal


Wahabi – Bani Tamim – Khawaarij – Dajjaal

Telah terkenal macam-macam tuduhan dari kalangan ‘Aswaja’[1] terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab rahimahullah sebagai Khawaarij dan pengikut Dajjaal. Itu hanya karena beliau rahimahullah keturunan Bani Tamiim dan lahir di daerah Najd. Itulah ringkasan konstruksi logika mereka.
Tentang masalah Najd, saya kira sudah usai permasalahannya karena para ulama telah mendahului kita dalam membahasnya.[2] Kemudian tentang masalah Bani Tamiim,…. orang-orang itu mengatakan bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab lah (salah satu) yang dimaksud keturunan bapak Khawaarij generasi pertama, Dzul-Khuwaishirah :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَ: بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْسِمُ، جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ ذِي الْخُوَيْصِرَةِ التَّمِيمِيُّ، فَقَالَ: ” اعْدِلْ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَالَ: وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ، قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: دَعْنِي أَضْرِبْ عُنُقَهُ، قَالَ: دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِ، وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ………
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad : Telah menceritakan kepada kami Hisyaam : Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari Az-Zuhriy, dari Abu Salamah, dari Abu Sa’iid, ia berkata : Ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang membagi (harta rampasan), tiba-tiba ‘Abdullah bin Dzil-Khuwaishirah At-Tamiimiy datang, lalu berkata : “Berbuat adillah wahai Muhammad !”. Lanjutkan membaca

Meluruskan Wawancara Habib Ali Hasan Bahar Seputar Isu Wahabi


Meluruskan Wawancara Habib Ali Hasan Bahar Seputar Isu Wahabi

wawancaraPara pembaca yang budiman, kali ini kami akan melakukan wawancara sebagai bentuk usaha dalam meluruskan pemahaman tentang siapa itu “Wahabi”. Artikel ini lahir saat kami usai membaca sebuah artikel dalam bentuk wawancara yang di dalamnya sebagai pembicara yang diwawancarai adalah Habib Ali Hasan Bahar, mantan Ketua Habaib DKI Jakarta, kepada Moh Anshari dari Indonesia Monitor.[1] Dia juga merupakan alumunus Universitas Kerajaan Yordania yang kini aktif di Islamic Centre Kwitang dan UIN Jakarta.

Wawancara dengan Sang Habib berkisar seputar keresahannya terhadap munculnya Dakwah Wahabi (yakni, Ahlus Sunnah). Semua hasil wawancara itu dibangun di atas sangkaan tanpa bukti yang jelas. Padahal Allah -Azza wa Jalla- berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ  [الحجرات/12]

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan (meng-ghiba) satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Hujurat : 12)

Di dalam wawancara itu terdapat banyak kerancuan, sebab semua jawaban dalam wawancara sang Habib hanya dibangun di atas buruk sangka, benci dan tanpa bukti yang akurat. Dia hanya membangun sebuah opini buruk tentang Wahabi dengan membangun sebuah kerangka berpikir yang salah. Sang Habib hanya menghubungkan suatu asumsi dengan asumsi lain, lalu mengeluarkan sebuah kesimpulan yang masih mungkin diperdebatkan, karena tak memiliki data autentik dan menyelisihi realita.

Para pembaca yang budiman, kerancuan dan buruk sangka itu harus kita hapus dengan ilmu dan kebenaran. Oleh karena itu, kali ini kami mengajak anda untuk mendengarkan hasil perbincangan dan wawancara dengan seorang Alumni Islamic University of Madinah, Saudi Arabiah, yaitu Al-Ustadz Abul Fadhilah Al-Makassariy yang sekarang menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan, Gowa, Sulsel.

Sengaja kami melakukan wawancara dengan Al-Ustadz Abul Fadhilah Al-Makassariy, karena beliau adalah orang yang pernah disana selama lima tahun, tentunya lebih paham dengan kondisi disana dibandingkan dengan Sang Habib. Berikut ini wawancara dengan beliau :

Reporter Al-Ihsan (RI): Apa sih sebenarnya Dakwah Wahabi? Lanjutkan membaca

Dakwah Wahhabiyyah


Dakwah Wahhabiyyah

Abu Ubaidah Al Atsari dan Abu Usamah

Pertarungan antara ahlu tauhid dan ahlu syirik merupakan sunnatullah yang tetap berjalan, tiada berakhir hingga matahari terbit dari sebelah barat. Hal ini merupakan ujian dan cobaan bagi ahlul haq agar terjadi jihad fi sabilillah dengan lidah, pena, ataupun senjata.

Seandainya Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebaian kamu dengan sebagian yang lain. (Muhammad : 4)

Kita lihat musuh-musuh tauhid berusaha sekuat tenaga dengan mengorbankan waktu dan harta mereka tanpa mengenal lelah untuk membela kebatilan mereka, menebarkan kesesatan mereka, dan memadamkan cahaya Rabb mereka.

Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, tapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai. (At Taubah : 32). Lanjutkan membaca

MEREKA BILANG WAHABI SESAT..???


MEREKA BILANG WAHABI SESAT..???
Poin-poin tuduhan dakwah syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Pertarungan antara ahlu tauhid dan ahlu syirik merupakan sunnatullah yang tetap berjalan, tiada berakhir hingga matahari terbit dari sebelah barat. Hal ini merupakan ujian dan cobaan bagi ahlul haq agar terjadi jihad fi sabilillah dengan lidah, pena, ataupun senjata.

Seandainya Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebaian kamu dengan sebagian yang lain. (Muhammad : 4)

Kita lihat musuh-musuh tauhid berusaha sekuat tenaga dengan mengorbankan waktu dan harta mereka tanpa mengenal lelah untuk membela kebatilan mereka, menebarkan kesesatan mereka, dan memadamkan cahaya Rabb mereka.

Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, tapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai. (At Taubah : 32).

Salah satu senjata pamungkas mereka untuk memadamkan cahaya Allah ialah dengan menjauhkan manusia dari da’i yang berpegang teguh dengan Al Qur-an dan As Sunnah, dengan gelar-gelar yang jelek dan mengerikan. Seperti kata yang populer di tengah masyarakat, yaitu Wahhabi. Semua itu dengan tujuan menjauhkan manusia dari dakwah yang haq. Lanjutkan membaca