Shalawatan Antara Adzan dan Iqamat


Shalawatan Antara Adzan dan Iqamat

Oleh : Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

Suatu ketika penulis pergi ke sebuah desa. Saat antara adzan dan iqamat penulis mendengar suara keras dari masjid. Alangkah kagetnya penulis karena irama shalawatan tersebut mengikuti irama nyanyian yang biasa dilantunkan pengamen di kereta atau bus.

Ketika penulis juga pergi ke sebuah kota, kami mendapati shalawatan/puji-pujian yang samar-samar kurang jelas bagi kami. Ternyata alangkah terkejutnya ketika kami tahu bahwa itu adalah shalawatan atau puji-pujian dengan bahasa khas Jawa susunan seorang tokoh mereka.

Dua contoh di atas sudah cukup membuktikan fenomena yang sering kita dapati di berbagai masjid negeri kita yaitu lantunan-lantunan shalawat dan puji-pujian antara adzan dan iqamat. Ironisnya, seringkali mereka mengeraskannya dengan mikrofon dan bersahut-sahutan sehingga mengganggu kekhusyukan. Lebih ironis lagi, banyak di antara shalawatan tersebut yang berisi sesuatu yang mungkar serta mengikuti irama nyanyian(!).

Nah, melalui tulisan singkat ini, penulis ingin mengajak pembaca sekalian untuk mempelajari bersama masalah ini dengan hati terbuka mencari kebenaran.

Teks Hadits

كَانَ بِلَالٌ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُقِيْمَ الصَّلَاةَ، قَالَ : السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، يَرْحَمُكَ اللَّهُ

Adalah Bilal apabila akan mengumandangkan iqamat, dia berkata: Keselematan bagimu wahai Nabi dan rahmat Allah serta keberkahannya, semoga Allah merahmatimu. Lanjutkan membaca

Hadits Palsu Tentang Keutamaan Berdzikir Dengan Biji-bijian Tasbih


Hadits Palsu Tentang Keutamaan Berdzikir Dengan Biji-bijian Tasbih

Ustadz Abdullah Taslim

بسم الله الرحمن الرحيم

رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ  ، عَنِ النَّبِيِّ  قَالَ “نِعْمَ الْمُذَكِّرِ السُّبْحَةُ “

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib  bahwa Rasulullah  bersabda: “Sebaik-baik alat untuk berdzikir adalah subhah (biji-bijian tasbih)”.

Hadits ini dikeluarkan oleh imam ad-Dailami dalam “Musnadul Firdaus” (4/98 – al-Mukhtashar) dari Jalur Muhammad bin harun bin ‘Isa bin Manshur al-Hasyimi, dari Muhammad bin ‘Ali bin Hamzah al-‘Alawi, dari ‘Abdush Shamad bin Musa, dari Zainab binti Sulaiman bin ‘Ali, dari Ummul Hasan binti Ja’far bin al-Hasan, dari bapaknya, dari kakeknya, dari ‘Ali bin Abi Thalib , dari Rasulullah .

Hadits ini adalah hadits palsu, dalam sanadnya ada rawi yang bernama Muhammad bin harun bin ‘Isa bin Manshur al-Hasyimi yang dikenal dengan Ibnul bariyyah, Imam Ibnu ‘Asakir berkata tentangnya: “Dia memalsukan hadits”[1]. Imam al-Khathib al-Bagdadi berkata: “Hadits (yang diriwayatkan)nya rusak dan dia tertuduh memalsukan hadits”[2].

Juga ada rawi yang bernama ‘Abdush Shamad bin Musa al-Hasyimi, dia dinyatakan lemah riwayatnya oleh para ulama dan dia meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar[3]. Lanjutkan membaca

Kapan Suatu Perbuatan Bisa Dikatakan “Bid’ah” Dalam Islam?


Kapan Suatu Perbuatan Bisa Dikatakan “Bid’ah” Dalam Islam?

bid`ah hasanah, tidak adaSoal : Kapan sebuah perbuatan dinamakan bid’ah dalam syariat yang suci ini? Apakah bid’ah hanya terjadi didalam perkara-perkara ibadah saja atau terjadi dalam ibadah dan muamalat?
 
Jawab : Bid’ah hanya terjadi di dalam syariat yang suci, yakni semua ibadah yang dibuat oleh manusia dengan tanpa dasar didalam kitab atau sunnah juga tidak pernah dilakukan oleh para khulafa ar rasyidin yang empat. Karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda:

 

“Barangsiapa mengada-adakan hal baru di dalam perkara kami yang tidak ada dalil didalamnya, maka tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Barangsiapa mengerjakan apa-apa tanpa adanya perintah dari kami, maka perbuatannya itu tertolak” (HR. Muslim)
“Hendaknya kalian semua mengikuti sunnahku dan sunnah khulafa ar Rasyidin yang berpetunjuk setelahku. Berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru, karena semua perkara baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Hadits-hadits yang semakna dengan hadits-hadits ini jumlahnya sangatlah banyak. Dalam bahasa arab, bid’ah berarti segala perkara baru yang tiada contoh sebelumnya. Namun bila tidak terjadi dalam perkara ibadah maka tidak dinamakan bid’ah. Jika terjadi dalam berbagai macam muamalat dan sejalan dengan syariat, maka hal itu dianggap sebagai sesuatu yang syar’i.Sedangkan yang bertentangan dengannya, maka dianggap sebagai sesuatu yang ‘rusak’. (Syaikh bin Baaz, Majmu’ Fatawa)

Ketika Tradisi Ritual Haji Menjamur


Ketika Tradisi Ritual Haji Menjamur

Oleh Ustadz Zaenal Abidin, Lc.

RITUAL BID’AH SEBELUM DAN SESUDAH HAJI

Realita berbicara bahwa kaum awwam dalam beragama lebih membenarkan kebiasaan daeipada membiasakan kebenaran. Prilaku ini menimbulkan tumpang tindih antara syariat dan tradisi. Naifnya mereka lebih membela dan melestarikan tradisi daripada syariat dengan alasan takut dituduh sesat, puritan atau anti budaya. Mereka menganggap bahwa tuduhan, ejekan dan fitnah yang ditimbulkan manusia merupakan adzab dari Allah Azza wa Jalla, Allah Azza wa Jalla menghabarkan hal tersebut dalam firman-Nya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ

Dan diantara manusia ada orang yang berkata,”Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah , ia menganggap fitnah manusia itu sebagai adzab Allah Azza wa Jalla ? [al-Ankabut/29:10]

Sebagian manusia menobatkan tradisi dan budaya nenek moyang menjadi bagian ritual agama yang dianggap shahih. Mereka rela berkorban dengan penuh kesetiaan dan ketulusan untuk melestarikannya, apalagi didukung para tokoh dengan berbagai macam argumen yang “menguatkan” (tapi membingungkan) kalangan awam sehingga mereka menganggap sakral dan mengkultuskan para pencetus dan tokoh pembelaannya.

Diantara bentuk tradisi yang dilestarikan dan diyakini menjadi bagian dari syariat Islam yang harus ditunaikan antara lain; selamatn atau walimatul safar sebelum berangkat haji. Calon jamaah haji ketika akan berangkat dilepas dengan alunan suara adzan dan ketika apabila datang dari Makkah, mereka tidak boleh masuk ke rumah sebelum dimintai berkah doanya. Air zam zam yang dibawa dari Makkah dimasukkan ke dalam sumur sehingga sumur tersebut diyakini keberkahannya. Selama jamaah haji sedang menunaikan haji 40 hari, maka para tetangga bergantian datang ke rumahnya baik harian atau mingguan untuk yasinan, tahlilan, ratiban, rawitan dan manaqiban. Bahkan ada pesantren yang menyiapkan tim ritual tersebut yang dipandu oleh kiyainya sehingga banyak calon jamaah haji telah membokingnya jauh-jauh hari sebelum hari keberangkatannya. Bahkan, ada yang lebih aneh lagi, sebelum berangkat haji diantara mereka berpamitan kepada para wali dengan cara berziarah ke makam-makam wali songo. Lanjutkan membaca

Bid’ah-bid’ah dalam Al-qur’an


Bid’ah-bid’ah dalam Al-qur’an

Alhamdulillah semangat Umat Islam dalam mengamalkan agamanya bisa dikatakan cukup tinggi terutama masyarakat kita di Lombok. Hal ini terbukti dengan apa yang mereka lakukan setiap harinya. Namun sekedar  berbekal semangat saja tidaklah cukup..!! Harus diiringi dengan  Mutaba’ah dalam mempraktik sebuah Ibadah agar Ibadah tersebut diterima di sisi Allah U. Sungguh sangat disayangkan kebanyakan Kaum Muslimin tidak memperhatikan hal ini..!! Akibatnya, munculah berbagai macam bid’ah dalam aspek agama, termasuk diantaranya bid’ah-bid’ah yang di lakukan terhadap Kitab Suci Umat Islam, Alqur’an Alkarim. Sungguh tidaklah muncul sebuah bid’ah melainkan akan mematikan Sunnah Nabir sebagai mana yang di ungkapakan oleh Hassan bin Atiah – Rahimahullah-:

مَاابْتَدَعَ قَوْمٌ بِدْعَةً فِيْ دِيْنِهِمْ إِلاَّ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ سُنَّتِهِمْ مِثْلَهَا ثُمَّ لاَ يُعِيْدُهَا عَلَيْهِمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah suatu kaum membuat satu bid’ah ( perkara baru ) dalam agamanya  melainkan Allah akan mencabut satu sunah yang semisalnya dan tidak akan dikembalikan sampai hari kiamat.” ( Syarah Usulul I’tiqod Ahlussunnah 1/ 93 )

Oleh karenanya, kami akan menyebutkan sebagian dari bid’ah-bid’ah yang terjadi terhadap Al-qur’an sebagai peringatan bagi Umat Islam agar mereka selalu waspada dan menjauhinya.

  • BERKUMPUL GUNA MEMBACA AL-QUR’AN UNTUK ORANG  MATI ATAUNTUK ORANG YANG MENGUNDANGNYA

Barangsiapa yang mengumpulkan manusia untuk membaca al-Qur’an bersama-sama kemudian menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang yang sudah meniggal, maka perbuatan ini termasuk perbutan bid’ah karena tidak ada dalil dalam masalah ini. Rasulullah -Shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

” Barangsiapa melaksanankan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak”(HR: Bukhari 7349 Muslim 1718 ) Lanjutkan membaca

Menyoal Metode Hisab


Menyoal Metode Hisab

Oleh: Syaikh Abdul Aziz Ar Rays

بسم الله الرحمن الرحيم
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh, Amma Ba’du,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Agama Islam itu telah ditetapkan oleh Allah yang memiliki sifat Al Hakim dan Al Alim.

Sebagaimana firman-Nya:
وَإِنَّكَ لَتُلَقَّى الْقُرْآنَ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ عَلِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi Al Qur’an dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui” (QS. An Naml: 6)

Dan juga firman-Nya:
وَهُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ
“Dan Dialah Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui” (QS. Az Zukhruf: 84)

Allah Ta’ala juga berfirman:
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ
“Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?” (QS. At Tiin: 8)

yang sulit menurut kita untuk dikerjakan, tetap harus dikerjakan. Yang mudah pun demikian.

Karena kita ini hanyalah hamba, dan seorang hamba sepatutnya mengikuti keinginan sayyid-nya, dalam hal ini adalah Allah Subhanahu Wata’ala.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Abdullah bin Syukhair Radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
السيد الله تبارك تعالى
“As Sayyid adalah Allah Tabaaraka Wa Ta’ala” Lanjutkan membaca

Salah Kaprah tentang Niat


Salah Kaprah tentang Niat

Melafazhkan niat sudah trend di Indonesia, baik di kalangan awam maupun kaum santri terpelajar. Seakan perkara ini menjadi suatu kewajiban bagi mereka dan aib jika mereka tidak melafazhkan niat ketika ingin melaksanakan sholat, wudhu, dan berbagai macam ibadah lainnya. Bahkan ada sebagian di antara mereka menganggap sholatnya batal jika tidak melafazhkan niat. Tragisnya lagi, jika mereka memutuskan tali persaudaraan lantaran saudaranya yang lain tidak melafazhkan niat. Padahal mereka diperintahkan oleh Allah untuk menyambung tali persaudaraan.Inilah salah kaprah yang menimbulkan perpecahan yang kita saksikan di Indonesia.

  • Apa itu Niat ?

Kalau kita membuka kitab-kitab kamus berbahasa arab, maka kita akan jumpai ulama bahasa akan memberikan definisi tertentu bagi niat. Muhammad bin Abu Bakr Ar-Rozy Rahimahullah berkata saat memaknai niat, Meniatkan adalah menginginkan sungguh-sungguh”. [Lihat Mukhtar Ash-Shihah (1/286)]

Ibnu Manzhur rahimahullah– berkata, ” Meniatkan sesuatu artinya memaksudkannya dan meyakininya. Niat adalah arah yang dituju”. [Lihat Lisan Al-Arab (15/347)] Lanjutkan membaca

Melafazhkan Niat, Madzhab Syafiâiyyah?


Melafazhkan Niat, Madzhab Syafiâiyyah?

Ada sebuah fenomena yang jarang mendapatkan sorotan oleh kebanyakan orang, karena ada beberapa sebab yang melatarbelakanginya, di antaranya adalah faktor taqlid, jahil terhadap agama, banyaknya orang yang melakukannya sehingga sudah menjadi sebuah adat yang mendarah-daging, sulit dihilangkan, kecuali jika Allah menghendakinya. Sehingga terkadang menjadi sebab perselisihan, perseteruan dan permusuhan di kalangan kaum muslimin sendiri. Di antara fenomena tersebut, tersebarnya kebiasaan “melafazhkan niat”ketika hendak melaksanakan ibadah, utamanya shalat.

  • Definisi Niat

Kalau kita membuka kitab-kitab kamus berbahasa arab, maka kita akan jumpai ulama bahasa akan memberikan definisi tertentu bagi niat.

Ibnu Manzhur -rahimahullah- berkata, “Meniatkan sesuatu artinya memaksudkannya dan meyakininya. Sedang niat adalah arah yang dituju”. [Lihat dalam Lisan Al-Arab (15/347)]

Imam Ibnu Manzhur-rahimahullah- juga berkata, “Jadi niat itu merupakan amalan hati yang bisa berguna bagi orang yang berniat, sekalipun ia tidak mengerjakan amalan itu. Sedang penunaian amalan tidak berguna baginya tanpa adanya niat. Inilah makna ucapannya:Niat seseorang lebih baik daripada amalannya”. [Lihat Lisan Al-Arab (15/349)] Lanjutkan membaca

Setiap Bid’ah Itu Sesat !


Setiap Bid’ah Itu Sesat !

Redaksi Al Wala’ Wal Bara’
Sesungguhnya, salah satu ujian terbesar ummat Islam dewasa ini adalah permasalahan “Bid’ah” (yaitu ungkapan dari “suatu jalan/cara dalam agama yang diada-adakan (tanpa dalil) yang menyerupai syari’ah yang bertujuan dengan melakukannya adalah berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala”, lihat Mukhtashar Al-I’tisham hal.7, -pent.), bahkan hal ini telah menyebar ke berbagai negara Islam. Jarang sekali kita jumpai suatu tempat yang di situ terlepas dari masalah bid’ah dan sangat sedikit manusia yang selamat darinya. Perkara bid’ah merupakan masalah yang besar, sangat berbahaya, dan termasuk “pos”nya kekufuran. Pelaku bid’ah telah mencabut hukum Allah, karena itu dia tidak mau berusaha untuk taubat (tidak diberi pertolongan untuk bertaubat).
Berkata ‘Abdullah bin ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhu: “Sesungguhnya perkara-perkara yang paling dibenci oleh Allah adalah bid’ah-bid’ah.” (Dikeluarkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubra 4/316)

Berkata Sufyan Ats-Tsauriy: “Bid’ah itu lebih disukai oleh Iblis daripada kemaksiatan, pelaku maksiat masih ingin bertaubat dari kemaksiatannya (masih diharapkan untuk bertaubat), sedangkan pelaku bid’ah tidak ada keinginan untuk bertaubat dari kebid’ahannya (sulit diharapkan untuk bertaubat).” (Dikeluarkan oleh Al-Laalikaa`iy 1/133 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/26 dan Al-Baghawiy dalam Syarhussunnah 1/216) Lanjutkan membaca

DIALOG ASWAJA – SYIAH vs WAHABI tentang BID’AH HASANAH


DIALOG ASWAJA – SYIAH vs WAHABI tentang BID’AH HASANAH

Aswaja : Hari ini 12 rabiul awwal sungguh aku sangat bahagia loh….

Syiah
: Emang lu kenape?, kemarin-kemarin kurang bahagia?

Aswaja : Kagak gitu bro, hari ini gua ngerayain hari maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Gua sangat gembira dengan hari lahirnya nabi

Syi’ah
: Kalau gua …..gua sangat sedih pas hari 10 Muharram lalu….hik hik hik…jadi nangis gua ngingatnya…hik

Aswaja : Emang kenapa lu nangis??!

Syi’ah
: Soalnya hari itu hari terbunuhnya Husain bin Ali bin Abi Tholib, kami kerukunan warga syi’ah memperingati hari tersebut dengan hari ratapan. Bahkan sebagian kami sampai memukulkan pedang di tubuh kami sehingga mengeluarkan darah. Lanjutkan membaca